Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Waktu Tunggu Transjakarta Lama, Masyarakat Beralih ke Moda "Online"

Kompas.com - 17/11/2017, 15:00 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Kendaraan pribadi masih mendominasi pilihan masyarakat untuk mobilisasi di jalan-jalan Jakarta.

Tak mengherankan, bila kondisi jalanan di Ibu Kota dari waktu ke waktu kian macet. Meski tak dapat dipungkiri bila sejumlah pekerjaan proyek konstruksi turut menyumbang kemacetan tersebut.

Berdasarkan data yang diungkapkan Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Sigit Wijatmoko pada akhir September 2017, preferensi masyarakat dalam menggunakan sarana transportasi umum hanya sekitar 12-15 persen.

Menurut Sigit, alasan masyarakat malas menggunakan moda transportasi umum yakni keterbatasan armada, serta konektivitas antar moda transportasi yang masih rendah.

Suasana di dalam bus transjakarta rute modifikasi Monas-Ragunan pada Senin (23/10/2017) petang. Layanan transjakarta rute modifikasi Monas-Ragunan cukup ampuh menekan waktu tempuh secara signifikan.Kompas.com/Alsadad Rudi Suasana di dalam bus transjakarta rute modifikasi Monas-Ragunan pada Senin (23/10/2017) petang. Layanan transjakarta rute modifikasi Monas-Ragunan cukup ampuh menekan waktu tempuh secara signifikan.
Bicara keterbatasan jumlah moda, Isnaini salah seorang penumpang bus Transjakarta, turut merasakannya. Meski tidak setiap hari, namun dalam sepekan biasanya ia bisa menggunakan moda transportasi ini hingga tiga kali.

Karyawati salah satu perusahaan swasta nasional di bilangan Sudirman ini mengaku, tak jarang ia harus menunggu cukup lama di jam sibuk untuk bisa diangkut bus yang lahir pada era mantan Gubernur Sutiyoso tersebut.

"Jarak waktu tunggu bus cukup lama, bahkan bisa sampai 1 jam. Belum lagi waktu tempuh untuk rute yang dituju. Jalur Ragunan-Monas via Mampang itu macet parah," kata Isna kepada KompasProperti, Jumat (17/11/2017).

Padahal, berdasarkan data yang ada, jumlah bus Transjakarta yang akan beroperasi tahun ini bertambah menjadi 2.383 unit. Dari jumlah tersebut, 1.431 unit di antaranya diketahui milik operator dan 952 unit sisanya milik PT Transjakarta.

Revitalisasi petunjuk di Halte Transjakartawww.facebook.com/transportforjakarta Revitalisasi petunjuk di Halte Transjakarta
Adapun dari jumlah bus yang akan dimiliki operator, 253 unit di antaranya sedang dalam rencana penambahan, baik itu jenis maxi bus maupun single bus.

Sementara, dari jumlah bus yang akan dimiliki PT Transjakarta, 539 unit di antaranya dalam rencana penambahan, baik itu Single Bus BRT, Single Bus Low Entry, Single Bus Royal Trans dan Single Bus Minitrans.

Isna mengatakan, pada jam sibuk, tingkat kemacetan di kawasan Mampang demikian parah. Meski telah menggunakan transportasi umum, tak jarang masyarakat pun sering terlambat ke kantor.

"Pernah merasakan kemacetan hingga telat sampai kantor gara-gara macet 1,5 jam di Mampang," kata dia.

Jalur modifikasi

Karena kemacetan ini, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno meminta PT Transjarta memodifikasi jalur bus tersebut.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan naik bus transjakarta menuju Halte Mampang Prapatan, Selasa (17/10/2017). KOMPAS.com/JESSI CARINA Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan naik bus transjakarta menuju Halte Mampang Prapatan, Selasa (17/10/2017).
Jalur Koridor 6 yang sehari-hari digunakan Isna tersebut, turut dalam jalur yang dimodifikasi. Saat ini bus Transjakarta telah melewati rute baru yaitu Monas-Ragunan via Tendean atau Koriodor 13.

Namun persoalan lain timbul akibat perubahan jalur ini. Misalnya, penumpang yang kurang terinformasi atas perubahan jalur ini tak jarang justru menjadi bingung.

Kendati sudah ada petugas yang membawa papan bertuliskan lokasi tujuan, masih ada saja penumpang yang bingung dengan perubahan jalur tersebut.

"Saran saya, sebaiknya layar televisi di halte Transjakarta, tak hanya menyediakan informasi jadwal kedatangan bus tetapi juga rutenya sekaligus, sehingga masyarakat tidak perlu bingung mencari informasi," kata dia.

Konektivitas antarmoda

Sementara itu, terkait persoalan konektivitas antar moda, menurut Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto, hal itu harus terus dipikirkan Pemprov DKI.

Antrean Transjakarta koridor 13 di Halte Blok M pada Kamis (14/9/2017) petang.KOMPAS.com/NIBRAS NADA NAILUFAR Antrean Transjakarta koridor 13 di Halte Blok M pada Kamis (14/9/2017) petang.
Koridor I untuk jalur Blok M-Kota, misalnya. Tingkat kepadatan jalur tersebut cukup tinggi, lantaran di sejumlah halte menjadi lokasi persinggungan jalur Transjakarta baik itu dari arah selatan, timur maupun barat.

Beberapa waktu lalu, ia mengungkapkan, sempat muncul wacana agar koridor tersebut dihapus setelah nantinya Mass Rapid Transit (MRT) beroperasi. Namun, bila wacana itu direalisasikan, dikhawatirkan justru menimbulkan persoalan baru.

"Ini berbahya. Orang yang dari Koridor I ini gimana? Apakah mau nyambung dengan MRT terus bayar lagi? Kedua, yang sudah mau sampai, nanggung, terus ganti naik turun tangga MRT, aduh itu lama banget," kata Yoga.

Pengemudi Ojek Online di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Kamis (10/8/2017).Lila Wisna Putri Pengemudi Ojek Online di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan. Kamis (10/8/2017).
ITDP sempat melangsungkan survei kecil, dengan memberikan pilihan kepada masyarakat bila hal itu terjadi, yaitu pindah kerja, tidak berangkat kerja atau ganti moda transportasi.

Ajaibnya, mayoritas responden sepakat mereka memilih ganti moda transportasi dengan menggunakan transportasi berbasis daring.

"Kalau begini, proyek triliunan rupiah itu jadi tidak seefektif itu. Dalam Transjakarta, konektivitas itu menjadi persoalan yang sangat penting," tuntasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com