JAKARTA, KompasProperti - Pernyataan politik yang dilontarkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyinggung kata 'pribumi', Senin (16/10/2017) lalu, dianggap menjadi sinyal memanasnya konstelasi politik pada tahun depan.
Kondisi tersebut tentu dikhawatirkan bakal berdampak pada perekonomian dalam negeri. Terutama, dalam hal investasi di sektor properti.
Menurut Pengamat Ekonomi dari Unika Atma Jaya, Agustinus Prasetyantoko, kondisi perekonomian Tanah Air sangat bergantung pada stabilitas harga komoditas dan kondisi perekonomian global.
Beberapa waktu terakhir, perekonomian global sempat mengalami resesi. Meski kini sudah mulai bangkit, namun pertumbuhannya diprediksi berjalan lambat.
Pertumbuhan ekonomi global yang cenderung stagnan ini, tentu akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
Kendati tahun depan diperkirakan perekonomian Indonesia akan membaik, namun sulit dipastikan akan mencapai target yang ditentukan pemerintah.
"Tapi kalau stagnasi ekonomi kita ini bercampur dinamikan politik yang tidak terkendali, nah itu dampaknya bisa (buruk). Yang harusnya bisa membuat kita bisa lebih baik, tapi terhambat. Yang saya duga, dan kita semua duga, 2019 ini akan sangat tough (sulit)," kata dia saat diskusi Rumah.com Property Outlook 2018 di Jakarta.
Bahkan, sulitnya menjaga stabilitas politik dalam negeri pada tahun depan, menurut Agustinus, sudah dapat dirasakan sejak saat ini. Terutama, setelah Anies menyinggung kata tersebut.
"Mungkin ya. Kick off nih, pertarungan 2019 sudah dimulai. Itu saya khawatir dinamika politik akan mengganggu dinamika ekonomi," ujarnya.
Seperti diketahui, tak kurang dari 171 daerah bakal melaksanakan Pilkada serentak 2018. Dari jumlah tersebut, 17 diantaranya merupakan pilkada provinsi, 39 pilkada kota, dan 115 pilkada kabupaten.
Selain itu, mulai pertengahan tahun 2018, diperkirakan konstelasi politik jelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden 2019 bakal dimulai.
Komersial Khawatir
Kekhawatiran atas kondisi politik yang kurang stabil cukup dirasakan pengembang. Terutama, bagi mereka yang bergerak di bidang industri properti menengah ke atas atau komersial.
Sekretaris Perseroan sekaligus Head of Corporate Social Responsibility PT Intiland Development Tbk, Theresia Rustandi mengungkapkan hal itu saat berbincang dengan KompasProperti, Selasa (24/10/2017).
Sejumlah aksi massa yang turun ke jalan jelang pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta, sebut dia, cukup mempengaruhi kondisi penjualan properti Tanah Air.
Para ekspatriat dan perusahaan asing yang semula telah berencana membeli properti di Indonesia, akhirnya mengurungkan niat.
"Kami berharap jangan terjadi, apa yang terjadi di Pilkada (DKI kemarin), terjadi di Pilpres 2019 nanti," kata Theresia.
Ia mengaku, sempat berharap program pengampunan pajak atau tax amnesty dapat mendorong masyarakat untuk membeli properti. Namun, kenaikan yang ada rupanya tidak cukup signifikan.
Theresia menduga, kondisi politik yang kurang stabil saat itu membuat para investor dan calon pembeli berpikir ulang untuk menginvestasikan uang mereka di sektor properti. Mereka cenderung melihat sambil menunggu hingga situasi politik relatif terkendali.
Terbukti, ketika Intiland meluncurkan Fifty Seven Promenade di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, penjualan cukup laris. Dari sekitar 496 unit kondominium yang diluncurkan di tahap pertama, lebih dari 80 persen sudah dipesan.
Padahal, harga per unit kondominium itu berkisar antara Rp 2,8 miliar sampai Rp 9 miliar.
"Kita lihat dari fenomena Fifty Seven Promenade, sebetulnya orang ada kok (uangnya), daya beli ada. Tinggal mereka mau spent atau enggak," ujarnya.
Pasar MBR optimistis
Sementara itu, Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata memprediksi, karut marut situasi politik dalam negeri tak akan berpengaruh besar bagi industri properti kelas bawah. Terutama, bagi pengembang yang bergerak pada penyediaan perumahan rakyat.
Menurut dia, Program Nasional Sejuta Rumah yang sedang dijalankan pemerintah tidak tergantung pada fluktuasi kondisi perekonomian. Pasalnya, target pasar program tersebut sudah jelas, yakni masyarakat berpenghasilan rendah.
"Kebijakannya jelas. Kita bisa B to B (business to business) ke pabrik-pabrik lah. Jadi ada tahun politik, (program) ini jalan terus. Kalau yang komersial itu mungkin kita lihat (ada pengaruhnya)," kata pria yang akrab disapa Eman itu saat menjawab pertanyaan KompasProperti, Jumat (20/10/2017).
REI sendiri, kata dia, telah memiliki target penyediaan perumahan bagi MBR untuk tahun depan. Meski demikian, Eman masih menutup rapat target tersebut saat disinggung.
Untuk tahun ini, REI menargetkan dapat menyediakan 200.000 unit rumah bagi MBR. Dari target yang ditentukan, ia mengklaim, sudah terbangun 150.000 unit per September 2017.
"Ntar dulu lah (untuk 2018). Angkanya sudah ada tapi jangan disebut dulu. Kan kalau memprediksi harus ada optimistik, moderat, pesimistik. Tiga-tiganya udah ada angkanya. Nanti kita kalau mau pakai yang mana," tutup Eman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.