KompasProperti – “Lokasi dekat dengan stasiun kereta”. Demikian bunyi iklan yang acap kali digaungkan pengembang properti di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta.
Kedekatan dengan akses "ular besi" alias kereta masih dianggap sebagai nilai plus untuk menggaet calon pembeli.
Mungkin lain cerita bila slogan itu diterapkan di Singapura. Mempromosikan kedekatan jarak properti yang dijual dengan akses transportasi massal bisa jadi hal klise. Tak ada nilai “wow”.
Itu terjadi lantaran mudahnya akses transportasi massal dengan permukiman adalah sesuatu yang lumrah di negara kota ini. Semakin ke sini, semakin banyak pula infrastruktur transportasi dibangun oleh pemerintah Singapura.
Transportasi massal terintegrasi pun bukanlah utopia bagi sekitar lima juta warga Singapura. Keberadaannya juga kian dekat dengan lokasi permukiman penduduk.
Sudah tentu, kondisi itu menyebabkan sebagian besar warga lebih senang bepergian dengan angkutan massal dibandingkan kendaraan pribadi. Kemacetan kota pun dapat dihindari.
Mengacu data pemerintah Singapura pada 2016, sebanyak 6 dari 10 warga Singapura memilih angkutan massal sebagai moda transportasi favorit.
Baca juga: Manjakan Pejalan Kaki, Singapura Rombak Peta MRT
Survei juga menunjukkan, proporsi pengguna angkutan massal juga terus meningkat dari waktu ke waktu. Satu dekade silam, pengguna angkutan massal Singapura masih berada di angka 50,7 persen. Lantas, saat ini angkanya telah meningkat menjadi 58,7 persen.
Itu selaras dengan makin merosotnya warga yang memilih naik kendaraan pribadi untuk bermobilitas. Jika pada 2010 pengguna kendaraan pribadi masih sebesar 24,8 persen maka pada 2016 komposisinya telah berada di angka 21,9 persen.
Sebagai perbandingan, di Jakarta, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) mencatat mobilitas warga Jakarta dan sekitarnya setiap hari mencapai 40,5 juta perjalanan. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 15 persen yang merupakan perjalanan dengan transportasi publik.
Mudahkan mobilitas
Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, pemerintah Singapura berhasil membangun tiga jalur mass rapid transit (MRT) baru.
Jalur MRT utara-timur dibuka pada 2003 dan membuat akses warga pusat kota ke pinggiran Singapura menjadi mudah. Jalur melingkar dengan cakupan jantung kota Singapura beroperasi penuh pada 2011 lalu.
Pengembangan transportasi massal tampaknya tak surut digenjot oleh pemerintah negara bekas koloni Inggris itu.
Per 21 Oktober mendatang, tahap ketiga DTL resmi beroperasi penuh. Tahap ketiga melengkapi 18 stasiun yang telah beroperasi dalam dua fase sejak 2013.
Terdapat 16 stasiun pada jalur 21 kilometer dari Fort Canning hingga Expo. Rutenya melintasi sejumlah wilayah yang selama ini belum terlayani MRT, seperti Geylang Bahru, Kaki Bukit, dan Bedok Reservoir.
Secara keseluruhan, sebanyak 34 stasiun tersebut akan memberikan akses langsung antara utara-barat Singapura dengan ujung timur pulau itu.
Rata-rata penumpang untuk dua tahap pertama DTL adalah 245.000 orang per harinya, pada kuartal pertama tahun ini. Angka tersebut diperkirakan melonjak jadi 500.000 penumpang saat DTL resmi beroperasi penuh.
Seorang penduduk Bedok Reservoir, Genie Lam (20), menyambut gembira hadirnya stasiun MRT dekat rumahnya.
Dengan hadirnya DTL tahap ketiga, Genie tak perlu berganti moda dan dapat menghemat sekitar 20 menit saat berangkat kerja. Biasanya, ia menghabiskan sekitar satu jam dari rumah menuju tempat kerjanya di Harbour Front dengan sebuah bus dan dua jalur MRT.
"Mungkin, saya bisa sarapan enak sebelum meninggalkan rumah. Tak perlu lagi terburu-buru," seloroh Genie, seperti dikutip Straits Times, Minggu (15/10/2017).
Nantinya, dari stasiun Upper Changi, staf humas sebuah perusahaan itu bisa menikmati akses langsung menuju stasiun Bayfront. Dari sana, ia hanya perlu berjalan sekitar lima menit ke kantornya di Raffles Place.
"Senang sekali, saya bisa bangun siang. Kereta juga lebih dapat diandalkan dibandingkan bus, yang terkadang bisa terlambat datang,” cetusnya.
Target prestisius
Sebanyak 58.000 rumah tangga diprediksi akan mendapatkan manfaat dari beroperasinya DTL tahap ketiga. Itu disebabkan stasiun di sepanjang jalurnya dapat ditempuh dengan 10 menit jalan kaki dari permukiman terdekat.
Lebih lanjut, proyeksi itu membuat setidaknya 809.000 rumah atau 64 persen dari semua rumah tangga Singapura, memiliki akses mudah ke jaringan MRT.
Pakar transportasi National University of Singapore Lee Der-Horng mengatakan, DTL tahap ketiga bakal menjembatani kesenjangan akses antara jalur north east (NEL) dengan east west (EWL) yang ada saat ini.
"Area seperti Jalan Besar, Bendemeer dan Geylang Bahru (membentang) di antara dua jalur MRT, padahal penduduknya cukup padat. Dengan berganti NEL dan EWL sekaligus mungkin tak begitu nyaman," ujarnya.
DTL tahap ketiga, imbuhnya, melintasi kombinasi area yang baik, mulai dari kawasan industri seperti Kaki Bukit dan Ubi hingga tempat tinggal seperti Bedok Utara dan Tampines.
Secara keseluruhan, DTL tahap ketiga diyakini sebagai pemenuhan janji pemerintah terhadap pentingnya akses permukiman dengan jaringan transportasi massal.
Pemerintah Singapura sendiri telah mencanangkan sebuah target pada 2030 bahwa 8 dari 10 rumah tangga tinggal dalam jarak 10 menit jalan kaki ke stasiun MRT terdekat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.