Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rami Hajjar, Menabur Terang Menuai Masa Depan

Kompas.com - 07/09/2017, 23:06 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

MEDAN, Kompas.com - "Saya terharu menyaksikan wajah-wajah bahagia warga desa. Mereka tersenyum, anak-anak tertawa gembira. Bisa mengerjakan PR, berdoa, dan berkumpul bersama. Pengalaman yang tak ternilai".

Kalimat ini meluncur dari bibir Country Leader Philips Lighting Indonesia Rami Hajjar, usai berkunjung ke Desa Namo Mira, di Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Rabu (5/9/2017).

Lelaki yang senantiasa mengembangkan senyumnya ini tak memperdulikan rintik hujan yang membasahi tubuhnya, maupun lumpur becek yang mengotori sepatu sneakers birunya. 

Rami tetap ramah, dan menyapa siapa saja yang bersirobok pandang dengannya. Pun ketika Kepala Desa Namo Mira, Parman Silalahi, mengulurkan tangan tanda penyambutan, Rami dengan antusias membalasnya dengan pelukan.

Sikap Rami yang menjunjung langit saat memijak bumi Namo Mira ini, tentu saja, menjadi suguhan pemandangan yang atraktif. Seraya menangkupkan kedua tangannya, Rami menunduk menerima penghormatan berupa pengalungan kain tradisional Namo Mira. 

Tak henti, pria dengan tatapan meneduhkan ini mengucapkan terima kasih.

"Tidak semua orang asing bersikap seperti dia. Pak Rami ini baik, kami berterima kasih telah dibantu," tutur Parman.

Desa Namo Mira merupakan satu di antara enam desa di Sumatera Utara yang mendapat bantuan penerangan dan pencahayaan dari Philips Lighting Indonesia (Philips) melalui program Kampung Terang Hemat Energi (KTHE). 

Secara keseluruhan, Philips tercatat telah menciptakan 447 titik lampu baru di Sumatera Utara. Termasuk titik lampu untuk perumahan, fasilitas umum dan jalan desa bagi sekitar 1.600 orang di Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Langkat.

Country Leader Philips Lighting Indonesia Rami HajjarDokumentasi pribadi Country Leader Philips Lighting Indonesia Rami Hajjar
Philips memberikan sistem pencahayaan tenaga surya untuk rumah Philips LifeLight, lampu jalan LED yang terintegrasi dengan panel surya untuk menerangi jalan desa, serta Solar Indoor System yang dapat dipasang di rumah dan fasilitas umum.

Misi membangun Indonesia dari pinggiran

Menyaksikan dan mengalami sendiri betapa sulitnya akses menuju Desa Namo Mira yang kerap disebutnya sebagai remote area, membuat Rami semakin yakin, kontribusi sekecil apa pun dapat membuat perubahan nyata.

"Bayangkan, Indonesia masih defisit listrik. Ada lebih dari 30 juta orang yang hidup tanpa akses pencahayaan. Ini artinya 13 persen dari total 250 juta jiwa masih hidup dalam kegelapan," beber Rami. 

Philips, kata dia, tidak bisa berjalan sendiri mereduksi defisit listrik di seluruh Indonesia dengan cakupan wilayah yang demikian luas, yakni 2 juta kilometer persegi.

"Butuh kerja sama dengan seluruh elemen seperti pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM)," tambah dia.

Misi Philips adalah ikut berkontribusi membangun Indonesia dari wilayah-wilayah tertinggal, di pinggiran. Selain juga kota-kota sedang, dan besar di seluruh Tanah Air.

Itulah mengapa, Philips menggandeng Kopernik yang mendapat peran melakukan survei atas desa-desa atau wilayah yang belum mendapat rencana dialiri listrik oleh PLN.

Tidak saja dari segi pencahayaan dan penerangan, Rami berharap program KTHE dapat juga meningkatkan kualitas hidup warga desa tertinggal ini menjadi lebih baik dengan masa depan menjanjikan.  

Country Leader Philips Lighting Indonesia Rami Hajjar menerima kehormatan berupa pengalungan kain tradisional dari Kepala Desa Namo Mira Parman Silalahi, Rabu (5/9/2017).Dokumentasi Philips Lighting Indonesia Country Leader Philips Lighting Indonesia Rami Hajjar menerima kehormatan berupa pengalungan kain tradisional dari Kepala Desa Namo Mira Parman Silalahi, Rabu (5/9/2017).
Andreas, siswa kelas 1 SMP Kutalimbaru, yang ditemui Kompas.com, menggambarkan, sebelum rumahnya dialiri listrik, dia hanya bisa mengerjakan PR dan mengulang pelajaran hingga pukul 16.00 WIB sore.

"Selepas itu, gelap gulita. Kalau besok hari ada ulangan, aku baca pake lampu teplok. Cahayanya remang-remang. Mataku sakit dibuatnya," ungkap Andreas. 

Sekarang, kata Andreas, beda cerita. Dia bisa membaca hingga larut malam. Bahkan, bisa mengajak kawannya di luar desa untuk belajar bersamanya.

Smart city

Sejak resmi mengepalai Philips Lighting Indonesia pada 1 Juni 2017, Rami telah melakukan pendekatan-pendekatan dan komunikasi intensif pada beberapa level pemerintahan, organisasi, dan LSM serta elemen masyarakat lainnya.

Itulah strategi Rami. Ambisi dia, tidak belaka membawa Philips menjadi lebih besar dengan angka pertumbuhan penjualan fantastis. Karena tanpa Rami, perusahaan yang berbasis di Belanda ini sudah menjadi pemain pencahayaan dengan market share terbesar di dunia.

Ambisi lulusan Teknik Universitas Amerika Beirut, Lebanon, ini adalah justru menjejakkan rekam terbaik bagi negara di mana Philips berada dan mengembangkan usahanya.

"Kami ingin memberikan kontribusi nyata. Membantu Indonesia dalam menciptakan kota-kota dengan sistem kehidupan yang lebih cerdas (smart), lebih efisien, dan efektif serta lebih berkualitas," tutur Rami.

Dia mecontohkan, membantu pemerintah DKI Jakarta adalah contoh terbaiknya. Bagaimana kemudian Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pertamanan dan Pemakaman, serta dinas-dinas terkait dapat bekerja efisien melayani masyarakat dengan sasaran atau tujuan yang efektif.

Simpang Susun SemanggiBiro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Simpang Susun Semanggi
"Mereka bisa mengontrol kerusakan penerang jalan umum (PJU) hanya dengan memanfaatkan sistem yang kami sediakan dalam satu sentuhan layar monitor. Ini bagian dari smart city," kata Rami.

Teknologi dan temuan terbaru yang dikembangkan Philips, lanjut dia, senantiasa mengikuti perkembangan zaman, ruang, dan waktu. 

Ketika Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI, dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menginisiasi pembangunan Simpang Susun Semanggi, Philips memberikan kontribusi berupa 16.000 lampu dot atau bulb lamp.

Belasan ribu lampu yang dilengkapi teknologi Philips Colour Kinetics System ini diakui Rami sangat khusus, sehingga menciptakan tata cahaya (artlighting) yang apik.

"Ini special high tech. Saya tidak bisa menyebut berapa nilai keseluruhan dari belasan ribu lampu ini. Yang terpenting adalah, Jakarta menjadi lebih baik. Simpang Susun Semanggi bisa dikatakan ikon kedua setelah Monas," ujar Rami saat diwawancarai Kompas.com, Rabu (2/8/2017).

Sejatinya, kata Rami, ada banyak agenda yang ingin direalisasikan Philips di Indonesia. Selain program KTHE di 25 desa, pihaknya juga ingin membantu menciptakan kota-kota di Indonesia menjadi smart city.

"Setelah Jakarta, terbuka kemungkinan kami melakukan hal serupa di Bandung, Surabaya, dan kota-kota lainnya," tuntas Rami.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com