BrandzView
Konten ini merupakan kerja sama Kompas.com dan Meikarta

Berhitung Usia, Sudah Berpikir Punya “Passive Income”?

Kompas.com - 31/08/2017, 10:34 WIB
M Latief

Penulis


KompasProperti –
Tak selamanya Anda muda. Usia ada batasnya, tenaga juga ada capeknya. Pun, pernah terpikir sewaktu-waktu perusahaan Anda bekerja seketika bisa bangkrut?

Semua hal terburuk bisa saja terjadi. Kapan waktunya, cuma menunggu hari. Pertanyaannya, siapkah kita menghadapi itu?

Kenyataannya, memang tidak banyak orang yang sudah benar-benar mempersiapkan kebutuhan keuangan untuk masa pensiun. Asal tahu saja, satu di antara tiga orang Indonesia belum menyiapkan jaminan kesejahteraan masa depan di saat pensiun.

Setidaknya hal itu terungkap dalam survei The Power of Protection, Confidence in The Future yang dilakukan oleh HSBC. Selama Oktober sampai November 2015, bank tersebut melakukan survei ini di 12 negara, termasuk Indonesia.

Steven Suryana, Senior Vice President and Head of Wealth Management HSBC Indonesia, mengatakan, survei di Indonesia dilakukan terhadap 1.000 orang responden. Para responden itu bukan nasabah HSBC.

Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 64 persen responden mengkhawatirkan kesehatan fisik mereka di masa depan dan 54 persen responden khawatir tentang kesehatan finansial mereka. Selain itu, 43 persen responden cemas pada kualitas hidup masa tua.

Dari survei itu juga diketahui, ada 36 persen responden yang berpendapat bahwa mereka saat ini belum merasa membutuhkan atau tidak menjadikan persiapan finansial jangka panjang sebagai prioritas.

Kepala lima

Nah, mari sejenak kita merenung. Berapa usia Anda saat ini, 35 atau 40 tahun? Jika saat ini Anda terhitung kuat bekerja dari pagi sampai sore, bahkan malam hari, tentu karena kondisi fisik Anda masih bugar, pikiran Anda juga masih mumpuni.

Melihat kondisi itu, Anda seolah dalam kondisi puncaknya bekerja di perusahaan. Tapi, ingat, sampai kapan kondisi itu akan bertahan? Apakah kondisinya kelak akan sama ketika Anda menginjak usia 50 atau 55 tahun?

Bukan mengecilkan, tentu saja. Akan tetapi, wajar jika di usia "kepala lima" atau lebih, fisik  Anda makin mengendur untuk dipaksa bekerja sepanjang hari. Dengan kondisi itu, sudahkah Anda memikirkan masa pensiun nanti?

Sebuah fase ketika Anda tidak lagi bisa berkantor atau berbisnis pagi sampai sore, bahkan malam hari. Dari mana kira-kira pasive income yang bisa Anda investasikan mulai saat ini untuk menghadapi kondisi itu?

Konsultan pemasaran properti Ratdi Gunawan mengatakan bahwa orang sudah harus memikirkan investasi yang cocok di masa pensiun, termasuk apa yang akan diwariskan kepada anak dan cucunya.

"Investasi yang tidak merepotkan dan punya potensi keuntungan yang menjanjikan dengan risiko sedikit, ya properti,” ujar Ratdi pada Kompas.com, Rabu (23/8/2017).

Menurut dia, masa "kepala lima" sudah bukan saatnya bekerja hingga larut malam. Memilih apartemen misalnya, investasi yang ditanam tidak banyak membuang tenaga dan waktu.

Dia mengatakan bahwa pilihan investasi apartemen saat ini makin jauh berbeda dengan rumah yang harga tanahnya cenderung terus naik, sedangkan nilai bangunannya menyusut. Sementara itu, nilai apartemen terus bergantung pada permintaan pasar.

Untuk itu, dia sepakat dengan keuntungan utama berinvestasi di sektor properti apartemen, yaitu nilai sewa dan capital gain yang terjadi akibat progres penjualan maupun pembangunan.

"Nilai sewa apartemen tiga kali lipat dari nilai sewa rumah dan ruko yang hanya tiga sampai empat persen per tahun," ujar Ratdi.

Ratdi mengambil contoh cara meraih keuntungan berinvestasi dari nilai sewa unit apartemen. Hal ini tak jauh berbeda dengan berbisnis sewa indekos.

"Kalau tiga tahun ke depan apartemen ekslusif yang Anda beli ini bisa disewakan Rp 5 juta sampai Rp 6 jutaan per bulan, berarti nilai sewa setahunnya itu Rp 60 jutaan," tutur Ratdi.

Ilustrasi apartemenThinkstock Ilustrasi apartemen

Berdasarkan perhitungan Ratdi, Return on Investment (ROI) yang bisa didapatkan adalah nilai sewa dibagi investasi Anda sebagai pemilik apartemen. Nilai sewa Rp 60 juta dibagi investasi yang Anda keluarkan untuk membeli apartemen, sebutlah misalnya seharga Rp 300 juta.

Ambil contoh, jika di kawasan Cikarang biaya indekos per bulan berkisar Rp 3,2 juta sampai 3,8 juta per bulan. Artinya, ROI sebesar 12 persen.

“Kalau misalnya dengan hitungan seperti itu, 8 tahun saja Anda sudah balik modal dari nilai sewa apartemen Anda. Itu belum dihitung capital gain yang terjadi akibat progres penjualan dan pembangunan dan pengembangan kawasan di Cikarang. Kenapa, karena di sana makin banyak apartemen mewah, industri, dan komersial yang juga mewah," kata Ratdi.

Untuk dijual atau disewakan, tawaran properti saat ini memang semakin membanjir. Properti masih menjadi primadona investasi. Anda bisa punya penghasilan tanpa perlu banyak menguras tenaga!  

“Kalau niatnya membidik pasar mahasiswa, sebaiknya cukup beli unit apartemen tipe studio. Tapi, kalau pekerja dan ekspatriat, belilah tipe dua kamar,” ujarnya.

Saat ini, salah satu rencana besar untuk Anda yang ingin punya apartemen di Cikarang adalah Meikarta. Sebagai kawasan kota baru yang akan tumbuh, Meikarta dapat dijadikan alternatif pilihan dari semakin jenuhnya Jakarta.


komentar di artikel lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com