KompasProperti - Sejumlah pemimpin kelompok bisnis dan universitas di Amerika Serikat membentuk sebuah koalisi untuk tetap mendukung Perjanjian Paris.
Hal tersebut menyusul langkah Presiden Donald Trump yang menarik dukungan AS terhadap perjanjian yang telah dibuat pada 2015 lalu itu.
Wali Kota New York, Michael Bloomberg, memimpin koalisi tersebut agar dapat dikenal secara resmi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tercatat, sudah lebih dari 1.000 kelompok tergabung dalam koalisi tersebut, di antaranya Apple, Google, Amazon, Microsft, hingga Facebook.
Selain itu, perusahaan transportasi seperti Tesla, Lyft, dan Uber, serta perusahaan desain seperti Adobe, Autodesk, Skansa dan Perkins + Will, juga bergabung di dalamnya.
Melalui situs We Are Still In, mereka membuat pernyataan bahwa "Dengan tidak adanya kepemimpinan dari Washington, negara bagian, kota, perguruan tinggi dan universitas, serta pebisnis yang mewakili komposisi cukup besar dari sektor perekonomian AS bekerja sama untuk mengambil langkah tegas guna memastikan AS tetap menjadi pemimpin global dalam mengurangi dampak emisi."
Salah alasan dunia pebisnis menilai keberadaan Perjanjian Paris penting, yaitu bahwa korporasi mendorong pilihan konsumen dalam membeli barang. Terutama, bila memilih teknologi baru seperti panel surya dan kendaraan listrik.
Selain itu, Perjanjian Paris juga memberikan dampak positif di sektor ekonomi.
Salah satunya beralihnya kebiasaan masyarakat ke energi terbarukan sehingga mengurangi dampak emisi yang dapat berkontribusi pada penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan pasar.
Namun, Trump justru beranggapan sebaliknya. Keterlibatan AS di dalam Perjanjian itu dinilai telah merugikan triliunan dollar AS bagi negara Paman Sam tersebut.
"Kami siap memanfaatkan peluang bisnis ini, menciptakan lapangan kerja dan keuntungan bagi pemegang saham," kata Vice President of Sustainability Autodesk, Lynelle Cameron, dalam sebuah pernyataan.
Sebelumnya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya mengumumkan negerinya mundur dari kesepakatan Iklim Paris 2015.
Dia menambahkan, langkah untuk merundingkan kesepakatan baru yang 'adil' yang tidak merugikan dunia usaha dan pekerja AS akan dimulai.
Kesepakatan Paris 2015 lalu mengikat Amerika Serikat dan 187 negara untuk menjaga kenaikan temperatur global di bawah 2 derajat Celcius dan berupaya membatasinya pada 1,5 derajat Celcius.
Saat mengumumkan kebijakan tersebut di Taman Mawar Gedung Putih, Presiden Trump menggambarkan kesepakatan Paris sebagai perjanjian yang ditujukan untuk memincangkan, merugikan, dan memiskinkan Amerika Serikat.
Dia berpendapat kesepakatan Paris menyebabkan kehilangan Amerika kehilangan produk domestik bruto sebesar 3 triliun dolar dan 6,5 juta lapangan kerja.
Sementara, negara-negara pesaing Amerika seperti China dan India mendapat perlakuan yang lebih baik.
"Jadi kami akan ke luar namun akan memulai perundingan dan kita akan lihat apakah kita membuat kesepakatan yang adil," tambahnya.
Baca: Perubahan Iklim dan Bencana Picu Migrasi Penutur Austronesia
Pada masa kampanye tahun lalu, Presiden Trump mengatakan akan mengambil langkah untuk membantu industri minyak dan batu bara Amerika Serikat.
Para pengamat memperkirakan mundurnya Amerika Serikat akan membuat dunia semakin sulit untuk mencapai tujuan yang ditentukan dalam kesepakatan Paris.
Amerika Serikat "menyumbang" sekitar 15 persen emisi karbon global tetapi juga merupakan sumber keuangan dan teknologi yang penting bagi negara-negara berkembang dalam upaya mengatasi peningkatan temperatur.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.