Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemda Didorong Terbitkan Perda Rumah MBR

Kompas.com - 09/05/2017, 11:38 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong pemerintah daerah (pemda) untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda).

Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR, Lana Winayanti mengatakan, perda ini khususnya tentang Kemudahan Perizinan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Perda tersebut merupakan tindak lanjut dari beberapa regulasi terkait pembangunan rumah MBR, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi MBR.

Selain PP tersebut, pemerintah juga telah menerbitkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 648/1062/SJ tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah.

"Penerbitan regulasi tersebut sebagai salah satu upaya memberikan kemudahan bagi kelompok MBR memperoleh hunian yang layak melalui pelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)," ujar Lana melalui keterangan tertulis yang diterima KompasProperti, Selasa (9/5/2017).

Untuk mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR, Kementerian PUPR telah memiliki berbagai program atau skema pembiayaan perumahan agar MBR memiliki akses ke perbankan.

Skema tersebut adala Kredit Pemilikan Rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), yang memungkinkan MBR mencicil 5 persen sampai 20 tahun dan uang muka 1 persen.

"Selain KPR FLPP kami juga memiliki KPR Selisih Suku Bunga dan Bantuan Uang Muka," kata Lana.

Bantuan uang muka yang dimaksud adalah sebesar Rp 4 juta per unit. Ini bisa digunakan untuk melunasi biaya administrasi di perbankan serta menambah biaya pembelian furnitur.

Ke depannya, pemerintah akan mengembangkan skema yang berbasis tabungan. Pemerintah juga sedang berupaya meningkatkan akses MBR di sektor informal karena realisasi KPR subsidi untuk kelompok tersebut masih sangat rendah.

Selain sisi regulasi, pemerintah pun menaruh perhatian terhadap pendataan MBR.

"Sangat penting mendorong peran Pemda dalam pendataan MBR dan kebijakan strategi perumahan di daerah masing-masing," jelas Lana.

Arimbi Ramadhiani/Kompas.com Salah contoh rumah tipe 25/60 di Villa Kencana Cikarang yang diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Kamis (4/5/2017).
Kriteria MBR

Kementerian PUPR saat ini pun tengah melakukan finalisasi kajian tentang kriteria MBR berdasarkan standar biaya hidup layak dan upah minimum per zona.

Hal ini dilakukan guna mendapatkan gambaran yang tepat mengenai profil atau karakteristik MBR, sehingga kebijakan dan program perumahan MBR dapat tepat sasaran. 

"Jadi ke depan batasan MBR akan berdasarkan penghasilan rumah tangga dan disesuaikan dengan zona dimana MBR berada. Tidak berlaku umum seperti sekarang,” tutur Lana.

Saat ini, kriteria MBR yang digunakan adalah mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal antara Rp 4 juta dan Rp 7 juta.

Dengan demikian MBR berhak mendapatkan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan untuk memiliki rumah tapak dan rumah susun. 

Kriteria ini berlaku umum untuk seluruh daerah di Indonesia, padahal biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya.

Dalam pembangunan perumahan, kendala utama selain perijinan adalah ketersediaan tanah.

Untuk itu akses terhadap tanah perlu dipermudah dan tanah yang ada ada dimanfaatkan secara optimal.

Dokumentasi PT Charson Timorland Estate Perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), Gemstone Regency, yang dikembangkan oleh PT Charson Timorland Estate. Lokasinya berada di Kecamatan Alak, Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Perumahan di atas tanah negara

Pembangunan perumahan vertikal pun perlu didorong, terutama di perkotaan dengan lahan kosong yang terbatas.

Untuk lokasi di perkotaan, pembangunan perumahan didorong dilakukan di atas tanah milik negara atau tanah wakaf. Artinya, kepemilikan atas unit rumah dipisahkan dari hak atas tanah sehingga harga rumah menjadi terjangkau, sekaligus menjaga optimalisasi pemanfaatan tanah.

"Untuk itu konsep Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) yang merupakan kewenangan Pemerintah Kota/Kabupaten perlu didorong pelembagaannya," imbuh Lana.

Dengan adanya konsep pembangunan perumahan di atas tanah milik negara dan kepemilikan atas unit rumah dengan SKBG akan mampu menjaga ketersediaan pasokan tanah, karena status tanah yang tetap menjadi milik negara. 

Pemberian bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan yang dibutuhkan dalam mendukung operasionalisasi pemilikan unit rumah dengan SKBG juga perlu dikembangkan.

Fasilitasi kepemilikan unit rumah lewat KPR tidak lagi dengan jaminan tanah sebagai hak tanggungan tetapi lebih kepada SKBG itu sendiri yang dijadikan jaminan utang secara fidusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com