Perubahan ruang kota dan peradaban selalu hadir dalam tatanan perkotaan. Pertumbuhan kota yang berawal dari ruang-ruang persimpangan sudah ada sejak awal peradaban masehi.
Penjajahan Romawi atas Israel, dan era Byzantium sampai ke kemenangan Ottoman atas Konstantinopel, dari Eropa hingga Afrika Utara.
Kota tumbuh dari desa transit, di mana lalu lintas perdagangan dan masyarakat bertemu. Selain itu, percepatan aneka budaya dan peradaban mewarnai pertumbuhan kota-kota.
Tengok Bethlehem, tempat kitab-kitab mengabadikan kisah klasik tentang migrasi warga yang menjadi catatan tertua, dan bagaimana kota bertumbuh.
Di sana, saat ini kita bisa melihat sisa berbagai peradaban. Di beberapa titik ekskavasi sejarah Bethlehem kita bisa melihat tumpukan satu kebudayaan di atas budaya lainnya, dan jalan modern adalah bukti ribuan tahun perkembangan ruang hidup manusia yang terus berubah.
Kota-kota pun mengalami berbagai perubahan seiring perubahan sosial, ekonomi dan politik. Era mega city Roma baru yang dibangun kaisar Constantine sejak Byzantine, pun harus berubah pada zaman Ottoman.
Pertumbuhan kota-kota baru seperti Adrianople (sekarang Edirne), Nicodemia (sekarang Izmit) menjadi tonggak dinamika pertumbuhan kota dunia.
Kota-kota terus mengalami trajektori percepatan dalam perubahan, baik skala maupun desainnya. Namun ada juga kota kecil, seperti Kashgar di Tajikistan, yang walaupun menjadi transit Jalur Sutera, tetap merupakan kota kecil sub-sistem dari kota besar Tashkent.
Evolusi terjadi dari kota seperti Jerusalem tua yang kecil serba dekat karena tidak ada sarana transportasi di mana semua warga jalan kaki, ke perubahan kota skala mega zaman Mesir dan Roma. Sprawl menjadikan kota modern kita raksasa karena jalan tol dan rel kereta api.
Kini, kita memasuki zaman perkembangan desain kota modern dunia yang kembali menuntut kota yang compact dengan people scale (skala manusiawi). Tengok Kopenhagen, Melbourne, dan Vancouver, yang semakin nyaman bagi warganya.
Kota hanya bisa semakin relevan bagi warganya, kalau senantiasa berkembang melalui peremajaan yang produktif.
Demam TOD
Secara tidak sadar (alamiah) kota-kota Indonesia pun terus akan mengalami transformasi. Tantangannya sekarang adalah, bagaimana cara melakukan akselerasi, supaya peremajaan bagian kota terjadi eksponensial untuk menciptakan ruang kota yang layak hidup.
Seiring percepatan pembangunan infrastruktur angkutan massal di kota-kota kita, ada ruang kesempatan besar. Dengan melihat titik-titik transit antar-moda, di mana titik kumpul dan bangkitan lalu lintas warga tinggi.
Maka pertumbuhan di sekitarnya, atau yang disebut transit oriented development (TOD), niscaya menjadi irisan ruang yang sangat potensial bertumbuh cepat.
Saat ini istilah teknis di kalangan perencana dan arsitek, TOD, secara tidak proporsional telah dijadikan brand dan gimmick pemasaran di kalangan masyarakat awam.
Ini bisa terjadi karena pemikirannya hanya dari aspek komersial semata. Ada bahaya over commercialization dari TOD.
Padahal dari pengalaman banyak negara, tidak semua titik transit bisa jadi vibrant dan punya nilai komersial yang sama.
Konsekuensinya, model bisnis kawasan TOD dan pengembalian investasi yang diharapkanpun menjadi moderat, karena ada misi keuntungan ekonomis yang harus dicapai demi membangun bagian kotanya.
Kesempatan Peremajaan Kota Jakarta
Tengok Jakarta, mega city terbesar ke-4 di dunia. Baik pemerintah DKI maupun penyelenggara mass rapid transit (MRT) harus punya keyakinan dalam melihat public service obligation (PSO), namun tetap bisa menjamin keberlanjutan dan kelangsungan infrastruktur tersebut 50 tahun ke depan.
Pada saat yang sama, Jakarta harus memakai kesempatan pengembangan kawasan TOD sebagai bagian dari kebijakan peremajaan kota.
Ini termasuk pemberian hak khusus pengelolaan dan pengembangan kawasan, maksimalisasi gross floor area (GFA), sehingga pengelola bisa mendapatkan internal rate of return (IRR) yang menarik, pada gilirannya investor akan mau berinvestasi sambil meremajakan kota.
Nah, masalahnya sekarang adalah bagaimana menciptakan ini secara terencana, dan bukan secara kebetulan. Saat ini basis aturannya sudah tersedia, antara lain dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).
Kesempatan harus diambil Jakarta untuk melakukan peremajaan dan revitalisasi kota demi menciptakan kawasan-kawasan layak hidup berkualitas, serta membawa Jakarta sejajar dengan kota-kota mega dunia.
Ada pilihan kebijakan dan manajemen yang harus di ambil pimpinannya, karena Jakarta adalah kota dunia.
Seperti dikatakan Amanda Burdens, seorang profesional perencana kota dari lingkungan miliuner yang menjadi Chief Planner kota New York :
"A city isn’t something that happens to you. You make choices every day that shape and make your city".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.