Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bernardus Djonoputro
Ketua Majelis Kode Etik, Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP)

Bernardus adalah praktisi pembiayaan infrastruktur dan perencanaan kota. Lulusan ITB jurusan Perencanaan Kota dan Wilayah, dan saat ini menjabat Advisor Senior disalah satu firma konsultan terbesar di dunia. Juga duduk sebagai anggota Advisory Board di Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung ( SAPPK ITB).

Selain itu juga aktif sebagai Vice President EAROPH (Eastern Region Organization for Planning and Human Settlement) lembaga afiliasi PBB bidang perencanaan dan pemukiman, dan Fellow di Salzburg Global, lembaga think-tank globalisasi berbasis di Salzburg Austria. Bernardus adalah Penasehat Bidang Perdagangan di Kedubes New Zealand Trade & Enterprise.

Menyoal Pembiayaan Percepatan Infrastruktur

Kompas.com - 27/03/2017, 12:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHilda B Alexander

Tampaknya Indonesia masih akan berkutat dengan tema percepatan infrastruktur, bahkan sampai dua dekade ke depan.

Tidak ada ruang jeda, karena ketersediaan infrastruktur dasar kita perlu direalisasikan apabila negara ini akan tumbuh pada level potensialnya, di atas 6 persen per tahun. Jika itu tercapai, Indonesia akan berjaya sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia.

Namun untuk mewujudkan itu bukan perkara gampang, masih banyak masalah saat ini dalam praktiknya. Secara mendasar, infrastruktur merupakan tanggung jawab pemerintah.

Swasta atau institusi internasional apalagi lokal, hanya akan ikut serta apabila memang ada jaminan pengembalian modal serta model keikutsertaannya bisa tetap mencapai return yang dimandatkan para pemegang saham mereka.

Faktor yang menjadi pertimbangan juga tentunya adalah country risk Indonesia dan kendala klasik pembebasan lahan, dan tumpang tindih aturan pusat-daerah.

Nah, pemerintah saat ini dengan pemikiran percepatannya, menyebabkan hampir semua proyek-proyek infrastruktur yang secara finansial sebenarnya sangat menarik dan memungkinkan swasta ikut serta, justru menugaskan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Alasannya selain cepat, juga trauma karena banyak swasta yang mendapat konsesi tidak punya kapasitas membangun. Mereka hanya mengandalkan sebagai penjaja kontrak konsesi.

Dapat dimafhuni jika sekarang, peluang keikutsertaan swasta hanya ada pada infrastruktur yang financial return-nya pas-pasan atau bahkan kecil.

Padahal banyak potensi sudah rapi tertera pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016. Sudah banyak kemajuan seperti proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan, dan proyek pembangunan jaringan serat optik, Palapa Ring.

Tahun lalu, dari 225 proyek strategis dan 30 prioritas, Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) sudah mulai melaksanakan pra-studi kelayakan. Selanjutnya akan dibahas untuk maju ke Final Business Case (FS) agar mendapat fasilitas PDF dari Kementerian Keuangan.

Jangan sampai mandek

Sementara di sisi lain, kita mulai melihat bahwa BUMN perlu lebih berhati-hati atas profil risiko yang meningkat akibat kondisi kontrak yang belum pasti, eat more than you can chew, dan minimnya viability gap fund (VGF).

Saya kira moda raya ringan (LRT) metropolitan Jakarta, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Tol Trans-Sumatera, Bontang Refinery, dan berberapa proyek air bersih di Lampung dan Pekanbaru, serta peremajaan 5 Refinery, perlu pemikiran pemerintah agar terhindar dari risiko mandek.

Yang juga tak kalah memerlukan pemikiran adalah bagaimana konsesi kawasan ekonomi khusus (KEK) seperti Morotai, Palu, dan Bitung. Belum lagi pembangunan di perbatasan "teras Indonesia" yaitu Entikong, Aruk (Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat), Nanga Badau (Kabupaten Kapuas Hulu), Mota'ain (Kabupaten Belu), Wini (Kabupaten Timor Tengah Utara), Nusa Tenggara Timur, Motamasin, (Kabupaten Malaka), dan Skouw ( Kota Jayapura).

Pelabuhan Kuala Tanjung dan KEK Sei Mangkei perlu mendapat perhatian sehingga segera dapat diwujudkan dan memberikan kepastian pada investor.

Bagi investor swasta dan investor institutional global saat ini, yang berpotensi menarik di Indonesia adalah hanya masuk ke brown field dalam bentuk secondary asset sale. Termasuk membeli konsesi yang sudah jalan, dan mendapatkan keuntungan dari peningkatan nilai tambah ekuitas.

Ini pun, perlahan dan akan makan waktu tiga-sampai lima tahun ke depan. Transaksi brown field dan aksi korporasi di kalangan pemain infrastruktur ini sudah mulai marak 3 tahun terakhir.

Skema pembiayaan Pembiayaan Infrastruktur Non APBN (PINA) yang baru saja diluncurkan pemerintah, adalah untuk menggairahkan keikutsertaan dana institusi jangka panjang non-APBN seperti Dana Pensiun, Dana Haji, BPJS, Taspen guna masuk dalam investasi jangka panjang dengan garansi pemerintah.

Ini tetap harus didukung oleh persiapan proyek yang mumpuni, untuk meminimalkan risiko. Di sini, pasar akan merespons secara alamiah, sebagai bagian dari sistem keuangan global.

Untuk itu, ada empat hal yang krusial yang harus diperhatikan:

1. Pemerintah fokus pada penyiapan PDF yang cukup untuk proyek prioritas. Dengan perkiraan 0,5 persen sampai 1,5 persen dari total nilai proyekRp 851 triliun, perlu dana pemerintah minimal Rp 4 triliun untuk project development fund  dalam membiayai studi kelayakan, atau final business case, proses tender, sampai financial close.

2. Optimasi dan fokus pada alokasi dana untuk VGF dan pembiayaan ekuitas. Di sini berbagai instrumen diperlukan, termasuk obligasi dan sukuk pembiayaan syariah harus dioptimalkan.

3. Pemerintah harus membuka diri dan siap meningkatkan proyek-proyek unsolicited. Proposal investor jangan dicurigai, namun harus dikaji secara komersial.

Artinya, pemerintah harus punya kemampuan berpikir dan berproses secara komersial untuk menyiapkan VGF serta dapat mengantisipasi dampak risiko komersial keikutsertaan swasta dalam pembangunan infrastruktur.

4. Peningkatan kapasitas penyelenggara kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) berkaitan dengan aspek komersial. Serta memberikan sebesar-besarnya para Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) di daerah (kota/kabupaten) untuk menyelenggarakan KPBU.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertambahan Nilai Ekonomi Berkat Sertifikat Tanah Tembus Rp 6.322 Triliun

Pertambahan Nilai Ekonomi Berkat Sertifikat Tanah Tembus Rp 6.322 Triliun

Berita
Tiga Bulan Pertama, Lippo Karawaci Raih Pra-penjualan Rp 1,5 Triliun

Tiga Bulan Pertama, Lippo Karawaci Raih Pra-penjualan Rp 1,5 Triliun

Berita
Pendaftaran Tanah lewat PTSL Capai 112 Juta Bidang

Pendaftaran Tanah lewat PTSL Capai 112 Juta Bidang

Berita
Puji Progres Bendungan Meninting, Basuki: Mudah-mudahan Agustus Selesai

Puji Progres Bendungan Meninting, Basuki: Mudah-mudahan Agustus Selesai

Berita
Pendapatan Turun, SBI Berharap pada Proyek Strategis Nasional IKN

Pendapatan Turun, SBI Berharap pada Proyek Strategis Nasional IKN

Berita
Pendapatan Waskita Beton Naik 38 Persen Jadi Rp 505,68 Miliar

Pendapatan Waskita Beton Naik 38 Persen Jadi Rp 505,68 Miliar

Berita
Jumlah Backlog Kepemilikan Rumah Berkurang Jadi 9,9 Juta

Jumlah Backlog Kepemilikan Rumah Berkurang Jadi 9,9 Juta

Berita
Kuartal I-2024, Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen

Kuartal I-2024, Harita Nickel Catat Kenaikan Pendapatan 26 Persen

Berita
[POPULER PROPERTI] Pasok Material Tol Padang-Sicincin, HK Kolaborasi dengan Korem 032/Wirabraja

[POPULER PROPERTI] Pasok Material Tol Padang-Sicincin, HK Kolaborasi dengan Korem 032/Wirabraja

Berita
9 Jembatan Tua di Jatim Tuntas Diganti, Telan Biaya Rp 591,9 Miliar

9 Jembatan Tua di Jatim Tuntas Diganti, Telan Biaya Rp 591,9 Miliar

Berita
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pekalongan: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Pekalongan: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Purbalingga: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Purbalingga: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Brebes: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Brebes: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kebumen: Pilihan Ekonomis

Perumahan Terjangkau di Bawah Rp 200 Juta di Kabupaten Kebumen: Pilihan Ekonomis

Perumahan
Kini, Masyarakat Banyuwangi Tak Lagi Waswas soal Kepastian Tanah

Kini, Masyarakat Banyuwangi Tak Lagi Waswas soal Kepastian Tanah

Berita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com