KompasProperti - Proyek jalur kereta cepat menjadi satu hal jamak ada di Asia Tenggara untuk saat ini.
Pertumbuhan populasi di pusat-pusat kota dan ketertarikan investor potensial mendorong pemerintah negara-negara Asia Tenggara mengembangkan infrastruktur tersebut.
Dengan begitu, pemerintah di negara-negara Asia Tenggara telah dianggap siap menyambut era baru konektivitas.
Sebanyak 10 negara yang tergabung dalam blok Asia Tenggara membayangkan bisa memiliki sebuah rel penghubung antar-negara seperti pernah disampaikan dalam pidato Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad pada 1995 silam.
Ide tersebut muncul untuk menyelesaikan program konektivitas antara Singapura dan Kunming di barat daya China yang melewati Malaysia, Thailand, Kamboja, dan Vietnam sebelum mencapai China.
Jaringan kereta cepat itu diperkirakan bakal memangkas waktu dan bahan bakar yang digunakan untuk mencapai satu negara ke negara lainnya.
Imbasnya, jaringan kereta cepat dapat membuat negara-negara dengan status berkembang bergerak menuju status negara maju.
"Kesejahteraan ekonomi ke depan akan mampu lebih terdistribusi dengan baik di sepanjang wilayah," ujar Kepala Peneliti JLL Asia Tenggara Chua Yang Liang.
Lebih lanjut Chua menyatakan, jalur kereta modern tidak hanya akan menciptakan pusat-pusat kegiatan baru di dan sekitar kota tempat kereta berhenti, melainkan juga membawa kesempatan investasi pada area lebih luas lagi.
Chua meyakini bahwa proyek hotel, ritel, dan perkantoran akan menjamur di sekitar moda transportasi tersebut.
"Kawasan pusat di Kuala Lumpur misalnya merupakan contoh primer bagaimana konektivitas yang kuat telah menciptakan sebuah komunitas perkantoran, ritel, dan residensial," tambahnya.
Berkaitan dengan itu, sampai saat ini, progres pembangunan jalur kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura telah sama-sama disepakati dan ditandatangani oleh Pemerintah Malaysia dan Singapura pada 2016 silam.
Di samping itu, Malaysia dan Thailand juga tengah dalam pembicaran untuk membangun jalur tunggal kereta cepat yang menghubungkan Kuala Lumpur dan Bangkok.
Unsur politik juga disinyalir bermain dalam rencana tersebut setelah Jepang dan China berebut posisi untuk mendanai proyek pembangunan rel kereta cepat pada level pemerintah dan melalui tawaran konstruksi untuk perusahaan mereka.
Tak dapat dimungkiri, kedua negara tersebut memiliki segudang pengalaman dalam mengembangkan proyek infrastruktur serupa.
Secara garis besar semuanya dimulai di Asia Utara ketika Jepang menghubungkan Tokyo dengan Osaka dalam rangka Olimpiade 1964.
Sedangkan di luar Jepang, pengembangan jalur kereta cepat cenderung lambat hingga pada satu dekade silam China menyelesaikan pembangunan jalur kereta cepat pertamanya yang menghubungkan Shanghai-Nanjing pada 2007.
Hal itu kemudian diikuti Korean Train Express (KTX) di Korea Selatan dan Taiwan High Speed Rail (THSR) pada tahun yang sama.
Di kota-kota dengan kondisi seperti itu, jalur keretanya bisa dihubungkan dengan transportasi publik lainnya.
Di Jepang dan Hongkong, pengembangan kawasan terpadu sering terpusat pada stasiun-stasiun kereta yang kemudian menjadi destinasi tersendiri bagi mereka.
Contoh paling menjanjikan terkait hal tersebut adalah pusat transportasi Hongqiao di Shanghai yang dirancang untuk memberikan kemudahan akses bagi kota untuk perusahaan dengan kegiatan operasi manufaktur di sepanjang Delta Yangtze.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.