Chua meyakini bahwa proyek hotel, ritel, dan perkantoran akan menjamur di sekitar moda transportasi tersebut.
"Kawasan pusat di Kuala Lumpur misalnya merupakan contoh primer bagaimana konektivitas yang kuat telah menciptakan sebuah komunitas perkantoran, ritel, dan residensial," tambahnya.
Berkaitan dengan itu, sampai saat ini, progres pembangunan jalur kereta cepat Kuala Lumpur-Singapura telah sama-sama disepakati dan ditandatangani oleh Pemerintah Malaysia dan Singapura pada 2016 silam.
Di samping itu, Malaysia dan Thailand juga tengah dalam pembicaran untuk membangun jalur tunggal kereta cepat yang menghubungkan Kuala Lumpur dan Bangkok.
Namun, rencana itu bukannya tanpa kritik. Beberapa pihak mengatakan rencana induk konektivitas Asia Tenggara yang ada saat ini hanya menghubungkan berbagai link nasional atau antar-negara yang berada dalam tahap formatif.
Unsur politik juga disinyalir bermain dalam rencana tersebut setelah Jepang dan China berebut posisi untuk mendanai proyek pembangunan rel kereta cepat pada level pemerintah dan melalui tawaran konstruksi untuk perusahaan mereka.
Tak dapat dimungkiri, kedua negara tersebut memiliki segudang pengalaman dalam mengembangkan proyek infrastruktur serupa.
Secara garis besar semuanya dimulai di Asia Utara ketika Jepang menghubungkan Tokyo dengan Osaka dalam rangka Olimpiade 1964.
Sedangkan di luar Jepang, pengembangan jalur kereta cepat cenderung lambat hingga pada satu dekade silam China menyelesaikan pembangunan jalur kereta cepat pertamanya yang menghubungkan Shanghai-Nanjing pada 2007.
Hal itu kemudian diikuti Korean Train Express (KTX) di Korea Selatan dan Taiwan High Speed Rail (THSR) pada tahun yang sama.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.