JAKARTA, KompasProperti - Petisi yang diunggah Purnama Sakhrial Pradini melalui situs change.org dan telah ditandatangani 674 orang, mengundang banyak simpati warga lainnya yang tinggal di kawasan Cibubur, Cileungsi, dan Jonggol.
Purnama mengunggah petisi ini ditujukan untuk Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) agar segera merealisasikan janji pelebaran, dan perbaikan Jalan Cileungsi-Jonggol yang dijuluki sebagai "jalur neraka".
Baca: Aher Diminta Realisasi Janji Perbaikan Jalur Neraka
Dalam petisi itu, Purnama menyebutkan Jalan Cileungsi-Jonggol yang merupakan jalan milik Provinsi Jawa Barat dalam kondisi memprihatinkan karena kemacetannya yang luar biasa.
Pasalnya, jarak 20 kilometer menuju Cibubur dari Jonggol, harus ditempuh dalam waktu tiga jam yang diakuinya sangat melelahkan dan menyita waktu.
"Kondisi kemacetan di jalur tersebut disebabkan wilayah timur Bogor sudah menjadi lahan menarik bagi para investor untuk membangun perumahan," tulis Purnama.
Baca: Merasakan Penderitaan Warga di Jalur Neraka
Akibat kemacetan ini, kerugian yang dialami warga tak hanya soal waktu, melainkan juga biaya, tenaga, dan kualitas hidup.
Pengamat perkotaan Universitas Trisakti Yayat Supriatna pernah menghitung, kerugian material akibat kemacetan akut tersebut senilai Rp 100 miliar per bulan.
Angka tersebut berdasarkan asumsi satu warga menghabiskan sekitar Rp 5 juta per bulan untuk ongkos transportasi.
"Jika dikalikan 200.000 jumlah perjalanan, maka kerugian material yang harus ditanggung masyarakat sekitar Rp 100 miliar per bulan," kata Yayat.
Penambahan pasokan perumahan sekitar Metropolitan Jakarta ini tercipta karena menghadapi pertumbuhan penduduk yang demikian pesat.
Fenomena arah perkembangan kawasan metropolitan Jakarta-Depok-Bogor-Tangerang-Bekasi (Jadebotabek) termasuk di sepanjang "jalur neraka" hanya dipicu oleh pertimbangan komersial para pengembang.
Akibatnya, tarikan lalu lintas dari penambahan pasokan perumahan ini akan langsung menambah beban jalur ke arah Jagorawi dan koridor Cibubur-Cileungsi-Jonggol yang sudah begitu parah saat ini.
"Padahal, pertimbangan utama membangun perumahan dan fasiltas-fasiltas kawasan adalah untuk menciptakan ruang kota yang nyaman," ujar Bernardus kepada KompasProperti, Rabu (8/3/2017).
Dalam survey kenyamanan kota Most Livable City Index IAP, lalu lintas dan kemacetan merupakan salah aspek yang sangat mempengaruhi kenyamanan sebuah kota.
Walaupun akan ada trase pembangunan light rial transit (LRT) dan Tol Cimanggis-Cibitung JORR 2, seharusnya perencanaannya terintegrasi dalam rencana pengembangan kawasan tersebut.
Permasalahan pengembangan perkotaan di daerah yang termasuk dalam kawasan Metropolitan Bogor-Tangerang-Bekasi-Karawang-Puncak-Cianjur (Botabekkarpur) pasca dikeluarkannya Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan di Jawa Barat harus secara serius ditindaklanjuti.
Selain itu, tutur Bernardus, saat ini ada wacana peninjauan kembali rencana tata ruang wilayah provinsi (RTRWP) Jawa Barat berkaitan dengan penyesuaian proyek strategis nasional.
"RTRWP juga sudah lebih dari lima tahun, maka sekalian bisa dilakukan revisi menyeluruh termasuk dampak eksternalitas dari berbagai proyek perumahan dan kawasan strategis," ucap Bernie, sapaan akrab Beranrdus.
Hal itu harus dilakukan, sekaligus untuk mengalibrasi atas beberapa rencana ruang Metropolitan Jawa Barat dengan semangat kerja sama Greater Jakarta Metropolitan, dan bukannya malahan menciptakan tandingan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.