Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hanya Swedia yang Mampu Buat Korea Utara Terbuka

Kompas.com - 24/02/2017, 17:08 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

STOCKHOLM, KompasProperti - Kendati menjadi salah negara paling rahasia di dunia, Korea Utara (Korut) nyatanya membuka pintu untuk sebuah sekolah arsitektur di Stockholm, Swedia.

Di dalam banyak aspek, Swedia dan Korut jelas memiliki perbedaan mencolok. Pada satu sisi, negara Nordic tersebut dipimpin oleh perdana menteri yang dipilih secara demokratis.

Selain itu, Ibu Kota Swedia tersebut telah menjadi salah kota di Eropa dengan pertumbuhan paling cepat.

Swedia sendiri ditetapkan sebagai satu dari 10 Negara Paling Bahagia di dunia menurut National Geographic.

Sebaliknya Korut, justru diperintah oleh pemimpin diktator dan menjaga perbatasannya serta kondisi dalam negerinya secara rahasia dari seluruh mata dunia.

Kondisi ini memaksa PBB membentuk komisi khusus guna menginvestigasi adanya potensi kekerasan HAM di sana.

Namun, di balik itu semua, kedua negara yang sangat berbeda satu sama lain menemukan ketertarikan guna membuat persamaan, yakni arsitektur.

Beberapa waktu lalu, Duta Besar Korut untuk Swedia Kang Yong Dok meminta sebuah pertemuan dengan sekolah arsitektur terbesar di Swedia KTH Royal Institute Technology.

Rakyat Korut pertama kali diperkenalkan dengan KTH melalui arsitek Swedia yang membantu merancang pembangunan lift ski di dekat Pyongyang, Ibu Kota Korut.

Kemudian terdapat sebuah telepon langsung yang ditujukan ke Dekan Arsitektur di KTH Per Franson.

AFP PHOTO / ED JONES Warga melintasi sebuah jalan di pinggiran Kaesong, 30 November 2016.
"Saya sempat terkejut mendapatkan telepon dari Dubes Korea Utara. Namun tentu, selepas itu saya lebih bahagia lagi untuk mengundang dia ke kampus kami mendiskusikan banyak program kami," kata Franson.

Setelah tiba di kampus yang berlokasi di pusat kota Stockholm, Dok menggambarkan garis besar ketertarikan negaranya, semua kurikulum KTH dan stuktur kesamaan iklim di negara mereka.

"Saya menjelaskan bagaimana sekolah kami diatur, persyaratan masing-masing murid harus dipenuhi. Penekanan besar juga kami tempatkan pada keberlanjutan yang konsepnya kami masukkan masing-masing ke dalam mata pelajaran kami," tutur Franson.

Namun, Pemerintah Korut lebih dari sekadar tertarik dengan program studi yang ditawarkan oleh KTH.

"Mereka tahu bahwa populasi penduduk Stockholm cepat bertambah dan sebagai hasilnya saat ini kami kekurangan perumahan dalam jumlah besar," imbuh Franson.

Franson juga menjelaskan kepada Dok bahwa pihaknya telah menangani masalah tersebut baru pada tingkat lokal, bukan dari atas ke bawah.

"Saya menjelaskan bagaimana kami tidak tertarik pada perbaikan cepat. Jadi ini berarti bekerja dengan masyarakat untuk memahami kebutuhan mereka. Kami juga menggunakan bahan lokal berkelanjutan yang bersumber seperti kayu untuk membangun rumah baru," jelas dia.

Prinsip tersebut sejalan dengan Korut yang berdasarkan data Observatory of Economic Complexity (OEC), sebuah sumber data perdagangan internasional dan ekonomi tidak terlalu bergantung dengan bahan material dari negara lain.

Korut berada di posisi 142 dari 200 negara pengimpor barang. Itu juga yang membuat Korut mendapatkan sanksi dari komunitas global.

Mengingat kenyataan tersebut, maka telah menjadi hal mudah untuk melihat mengapa kesepahaman material lokal berkelanjutan sangat penting untuk arsitektur.

Data Bank Dunia pada 2015 menyebutkan, hampir 70 persen daratan Swedia ditutupi hutan dan 42 persen daratan Korut juga merupakan hutan belantara.

"Kami memiliki banyak kayu untuk digunakan untuk membangun di Swedia. Jadi kami sungguh tidak perlu bergantung dengan negara lain untuk membangun rumah-rumah kami atau bahkan pencakar langit kami," ujar Franson.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau