Jakarta, KompasProperti — Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat kerugian masyarakat dari dampak kemacetan di sejumlah wilayah Jakarta mencapai Rp 150 triliun per tahun.
Banyak biaya sosial yang dihabiskan masyarakat selama mengalami kemacetan di jalan, mulai dari biaya bahan bakar kendaraan hingga biaya kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara.
Baca: Macet Cibubur-Semanggi Sudah Tidak Masuk Akal
Oleh karena itu, pembangunan berbagai infrastruktur transportasi, terutama yang berbasis rel, mendapat perhatian publik.
Bagi para penglaju atau komuter yang tinggal di daerah satelit Bogor, Depok dan Bekasi, proyek macam light rail transit (LRT) tentu saja membangkitkan harapan besar.
"Di Jabodetabek, seharusnya lebih dikembangkan moda transportasi berbasis rel seperti LRT ini. LRT bisa jadi solusi kemacetan," kata Muaz HD yang kerap melaju dari Bogor ke Jakarta kepada KompasProperti, Kamis (16/2/2017).
Namun, kata wirausahawan lulusan IPB ini, LRT akan benar-benar efektif bila infrastruktur transportasi pendukungnya juga dibangun.
Infrastruktur tersebut antara lain tempat-tempat parkir yang murah dan luas, serta jaringan transportasi penghubung dengan jumlah memadai.
Sebaliknya, jika jumlah moda penghubung sedikit dan jaringan terbatas, para pengguna kendaraan pribadi enggan berpindah ke LRT.
"Secara teori, yang diuntungkan tentu saja masyarakat. Namun, itu dengan catatan jika sistem transportasi dikelola dan disubsidi pemerintah," tambah Muaz.
Hal senada dikatakan Director Research and Advisory Cushman And Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo.
Menurut dia, yang paling mendapat banyak manfaat dari kehadiran infrastruktur transportasi tersebut adalah masyarakat dan pengembang.
Masyarakat yang dimaksud Arief adalah para konsumen yang telah membeli dan memiliki rumah di sekitar koridor LRT.
Sementara itu, pengembang adalah mereka yang sedang dan akan membangun properti di area yang dilintasi LRT. Pengembang akan menangguk untung dari potensi kenaikan harga properti yang dijualnya.