Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPA Tuntut Pemerintah Teken Perpres Reforma Agraria

Kompas.com - 06/01/2017, 17:30 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Reforma Agraria merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah untuk memberikan tanah garapan kepada masyarakat, khususnya petani.

Targetnya, sampai 2019, tanah yang dihibahkan kepada masyarakat seluas 9 juta hektar.

Meski cita-cita tersebut mulia, namun pelaksanannya di lapangan tak berlangsung mulus. Sebaliknya, pemerintah dianggap tidak banyak melakukan upaya konstruktif untuk mewujudkannya.

"Sampai saat ini, agenda Reforma Agraria belum memiliki landasan hukum. Perpres (Peraturan Presiden) tentang pelaksanaan Reforma Agraria belum ditandatangani," ujar Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika saat jumpa pers di Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Fakta ini, tutur Dewi, menjadi kontradiktif dengan janji yang dikemukakan pemerintah untuk memberi kesejahteraan kepada masyarakat lewat pemilikan tanah.

Sebagai prioritas dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017, rancangan Perpres Reforma Agraria mendesak untuk disahkan, terutama sebagai landasan legal implementasi.

"Kami tuntut kalau pemerintah serius dengan Reforma Agraria, Perpres hukum Agraria itu harus segera diteken. Ini sudah ada drafnya, tapi belum ditandatangani," kata Dewi.

Meski begitu, Dewi mengakui, masih terdapat beberapa kelemahan secara substansi dalam rancangan Perpres tersebut.

Sebagaimana tertuang dalam RKP 2017, Reforma Agraria terbagi dalam dua program yaitu redistribusi tanah seluas 4,5 juta hektar dan legalisasi aset (sertifikasi tanah) seluas 4,5 juta hektar.

Secara orientasi, sertifikasi tidak ditujukan untuk mengurangi ketimpangan struktur agraria, bahkan jika diberikan dengan tidak tepat sasaran, dapat melegalkan ketimpangan yang telah terjadi melalui sertifikat tanah.

Reforma Agraria bukanlah program yang berkesinambungan alias berkelanjutan, tetapi program yang harus dijalankan dalam sebuah operasi dengan kerangka waktu yang jelas.

Terkait kelembagaan, pelaksanaan reforma agraria harus dipimpin langsung oleh presiden dalam sebuah lembaga adhoc.

Badan pelaksana reforma agraria tersebut haruslah melibatkan organisasi rakyat yang memperjuangkan reforma agraria. Pelibatan ini sejak dari perencanan, pelaksanaan hingga evaluasi.

Hal itu demi mencegah kesalahan fatal dalam pelaksaan Reforma agraria yang kerap terjadi pada objek atau lokasi dan subjek atau penerima manfaat redistribusi tanah.

Seperti diketahui, prioritas penerima manfaat redistribusi tanah adalah buruh tani, tani gurem, masyarakat adat, nelayan, pemuda dan perempuan.

Penerima tersebut dapat berbentuk koperasi usaha, sehingga menjadi jalan bagi transformasi ekonomi dan sosial masyarakat. Selain itu, objek reforma agraria haruslah berkesesuaian dengan tujuan Reforma Agraria.

Jika Reforma Agraria ditujukan untuk mengurangi ketimpangan agraria dan menyelesaikan konflik agraria maka lokasi dengan angka ketimpangan dan konflik agraria tinggi yang hendaknya diprioritaskan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau