Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agar Tidak Mengganggu Arus Kas, Proses Perizinan Harus Terukur

Kompas.com - 28/12/2016, 20:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perizinan merupakan masalah klasik yang dihadapi pengembang dalam menyediakan pasokan perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Padahal, angka kekurangan rumah atau backlog di Indonesia masih besar, yakni 11,4 juta unit. 

Untuk memenuhi kebutuhan rumah tersebut, pengembang berharap pemerintah memberi pemangkasan waktu dari sisi perizinan sebagai tindak lanjut Paket Kebijakan Ekonomi ke-13.

"Pemerintah diharapkan buat aturan perizinan terutama dari segi waktu. Karena, waktu itu penting," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Anton R. Santoso di Jakarta, Rabu (28/12/2016).

Ia mengatakan, jika waktu perizinan terukur, pengembang dapat menghitung alur kas keuangan (cash flow) perusahaan.

Sebaliknya, jika waktu perizinan tidak terukur, pengembang rumah MBR yang modalnya relatif terbatas akan kesulitan mengatur arus kas keuangannya.

Anton menambahkan, ia sebenarnya mengapresiasi Paket Kebijakan Ekonomi ke-13 dan dibentuknya Tim Saber Pungli untuk mengurangi pungutan liar (pungli) dalam hal mengurus perizinan.

Namun, tindak lanjutnya di lapangan atau di staf tingkatan bawah, masih kurang. Dengan kata lain, pengembang meragukan efektivitas penghapusan pungli pada proses perizinan.

"Pertanyaannya, bagaimana kalau kita tidak beri (uang pungli) kemudian perizinan tidak diproses. Ke mana kita harus mengadu?," tanya Anton.

Oleh sebab itu, ia berharap pemerintah juga menyiapkan tempat pengaduan bagi para pengembang atau investor lain ketika menemui pungli di lapangan.

Pemerintah harus jelas menuliskan peraturan batasan waktu serta penghargaan dan sanksi dan bagi pegawai pemerintah daerah yang memproses perizinan.

"Sehingga kita bisa tahu, kalau misalnya di aturan 2 minggu tapi dalam 2 minggu perizinan tidak keluar kita langsung lapor ke bagian mana yang ditunjuk pemerintah," tutur Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau