JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) secara umum disebut-sebut perlu untuk diatur dan disusun secara adil karena selama ini pemanfaatannya masih sangat minim.
Menurut Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Budi Situmorang, keadilan penyusunan RTRW tersebut bisa terwujud jika dibuat utuh.
"Tata ruang yang adil itu harus utuh dan perda tata ruang mesti dibuat utuh dalam artian tidak sendiri-sendiri antara udara, laut, dan darat," kata Budi saat Indonesia Planning Outlook 2017, di Jakarta, Kamis (3/11/2016).
Menurut Budi, RTRW yang ada saat ini hanya menyangkut tata ruang di daratan saja dan mengabaikan kondisi di laut dan udara.
Padahal, tata ruang laut dan udara saat ini masih belum maksimal sehingga itu harus menjadi perhatian pemerintah pusat dan daerah.
Kendati demikian, pihak Kementerian ATR/BPN diakui Budi telah menjadikan tata ruang udara setinggi 110 kilometer ke atas akan digarap pemerintah walaupun pada kenyataannya hal tersebut masih sulit diwujudkan.
"Tata ruang udara ini menarik tapi belum kami garap, kalaupun sudah ini masih termehek-mehek karena masih minim," imbuh Budi.
Permasalahan perihal tata ruang ini tak hanya sebatas pemanfaatannya yang masih minim atau belum adil.
Lebih dari itu, Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Bernardus Djonoputro atau Bernie melihat, permasalahan tata ruang secara jangka panjang menimbulkan konflik yang berdampak pada pembangunan infrastruktur.
"Peraturan Presiden (Perpres) No. 3/2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional yang meliputi 250 proyek nasional dan 30 proyek prioritas juga mengalami kendala aspek aturan tata ruang,” jelas dia.
Saat ini Indonesia masih tersandera oleh tumpang tindih pengaturan lahan dan masih fokus pada masalah penerjemahan ruang di daratan.
Masalah tersebut, kata Bernie kemudian berimbas pada munculnya kekosongan aturan, norma, dan petunjuk pelaksanaan terhadap dimensi ruang tanah, bawah tanah, laut, bawah laut, hingga udara.
Sementara itu, Deputi III Bidang Infrastruktur Kementerian Koordinator (Kemenko) Kemaritiman Ridwan Djamaluddin menyebutkan, saat ini masih ada sekitar 3.000 peraturan daerah (perda) terkait tata ruang yang tumpah tindih dengan kebijakan dari pusat.
Immbasnya akan mengganggu proses pengerjaan infrastruktur dan efisiensi kerja pun jadi ikut terganggu.
"Hingga pada akhirnya timbul anggapan bahwa regulasi-regulasi tata ruang justru dikonotasikan sebagai sebuah kekuasaan, padahal sebenarnya untuk efisiensi," tandasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.