JAKARTA, KOMPAS.com - Jakarta akan disesaki sebanyak 189 gedung bertingkat tinggi atau high rise hingga 2019 mendatang.
Gedung bertingkat yang sedang dalam konstruksi atau tahap pembangunan ini mencakup apartemen, hotel, dan perkantoran.
Menurut riset Colliers International Indonesia, dari total jumlah tersebut 113 gedung merupakan apartemen, 31 hotel, dan 45 perkantoran.
Rinciannya, pada kuartal IV hingga akhir 2016 akan ada 25 gedung apartemen yang diserahterimakan kepada konsumennya, 11 hotel yang dibuka untuk publik, dan 14 gedung perkantoran yang beroperasi.
Sementara pada tahun 2017, terdapat 38 gedung apartemen, 10 gedung perkantoran, dan 14 hotel yang rampung konstruksinya.
Sedangkan pada tahun 2018 sebanyak 44 gedung apartemen, 12 gedung perkantoran, dan 4 hotel yang mulai beroperasi.
"Tahun 2019 jumlah gedung yang selesai konstruksinya jauh lebih sedikit, yakni 6 gedung apartemen, 9 perkantoran, dan 2 hotel," tulis Colliers.
Secara wilayah, distribusi pembangunan gedung bertingkat tinggi ini tidak merata. Jakarta Selatan mendominasi dengan 83 gedung.
Sementara Jakarta Timur paling sedikit yakni hanya 9 gedung baru.
Stagnan
Gedung baru boleh bertambah, tetapi bagaimana kinerjanya?
Untuk gedung perkantoran, kompetisi yang terjadi semakin ketat. Hal ini tentu saja menekan harga sewa yang diprediksi bakal terus berlanjut hingga akhir 2016.
"Koreksi harga sewa di central business district (CBD) Jakarta akan memicu situasi yang sama di kawasan lainnya," lapor Colliers.
Adapun kinerja apartemen sampai September 2016 hanya tumbuh tipis 0,2 persen menjadi 86,9 persen dari total 179.794 unit.
Sementara untuk hotel, tingkat hunian rata-rata terus merosot hingga ke level 55,9 persen dan tarif rata-rata di posisi 81,92 dollar AS.
Diharapkan, dengan berbagai inisiatif kebijakan menguntungkan yang dikeluarkan pemerintah, dapat mempercepat pertumbuhan pasar properti.
Kebijakan tersebut adalah relaksasi loan to value (LTV) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 yang menerapkan penurunan uang muka dari 20 persen menjadi 15 persen.
Kemudian amnesti pajak yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 122/PMK.08/2016 menyebutkan bahwa dana repatriasi dapat diinvestasikan di sektor riil seperti properti (tanah dan bangunan).
Dan terakhir penurunan pajak PPh final atas tanah dan bangunan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2016.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.