Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyulap Gedung "Biasa" Menjadi Luar Biasa Hemat Energi

Kompas.com - 03/10/2016, 17:41 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
– Kebanyakan gedung di dunia belum hemat energi, termasuk di Indonesia. Padahal, gedung-gedung itu merupakan salah satu konsumen energi paling besar.

Menurut catatan Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), bangunan semisal gedung komersial, perkantoran, dan hotel di dunia memakan 40 persen energi. Terlebih lagi kebutuhan energi nantinya akan semakin meningkat, termasuk untuk gedung-gedung.

Hasil studi International Energy Agency (IEA) mendapati penggunaan energi akan naik hingga 50 persen pada 2050. Jika gedung-gedung tidak mulai mengolah energi secara lebih efisien, dunia kemungkinan besar harus menghadapi krisis energi.

"Memang, lebih mudah dan efisien jika kita merancang bangunan dengan konsep "hijau" atau green building mulai dari nol. Tapi, 90 persen bangunan sudah terlanjur dibangun," kata Senior Vice President Strategy and Innovation EcoBuilding Schneider Electric, Christophe Melinette pada wawancara khusus di sela-sela acara "Life is on Innovation Summit 2016", di Ritz Carlton Hotel, Singapura, Senin (26/9/2016).

Mengubah sebuah gedung menjadi lebih ramah lingkungan memang butuh kerja keras. Banyak faktor perlu dipertimbangan ketika merancang ulang gedung biasa menjadi green building.

Dok. Schneider Electric "Life is On Innovation Summit 2016" diadakan di Singapura, Senin, 26 September 2016, untuk membahas tentang teknologi Internet of Things (IoT) yang dapat meningkatkan efisiensi energi di sektor industri dan rumah tangga.

Salah satu pertimbangan itu, ucap Melinette, adalah cara mengapikasikan teknologi yang diperlukan untuk menghemat energi. Teknologi yang mendukung penghematan energi harus sesuai dengan fitur bangunan.

"Pekerjaan mekanis, listrik, panel surya, sistem keamanan, desain kaca, pintu, dan segala hal yang diperlukan untuk membangun gedung hijau harus bisa menyatu dengan bangunan. Memang tidak mudah, tapi bisa dilakukan," katanya.

Membangun gedung hijau dari bangunan yang sudah ada, lanjut Melinette, sebenarnya punya keuntungan tersendiri. Pengelola gedung bisa mengukur konsumsi energi dan menjadikannya sebagai benchmark atau patokan.

"Setelah itu, kami (penyedia teknologi) tinggal menyediakan teknologi yang punya dampak langsung (untuk menghemat energi). Return of investment bagi pengelola juga lebih mudah didapat," ujarnya. 

Biasanya, solusi teknologi yang ditawarkan berupa pemasangan sensor di tempat tertentu untuk mengubah sistem kontrol. Nantinya, lampu dan temperatur ruangan dapat diatur secara otomatis.

Pemakaian energi pun jadi lebih efisien. Menurut Melinette, teknik tersebut bisa memotong biaya listrik rata-rata 30 persen sampai 50 persen.

"Kalau tidak ada orang di dalam suatu ruangan (dalam suatu gedung) maka tidak perlu menyalakan lampu, pendingin ruangan (AC), atau alat elektronik lain di ruang tersebut. Biaya pun berkurang," ucap Melinette.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com