Kontestasi mencari pemimpin Jakarta sudah dimulai. Genderang untuk mencari pemimpin terbaik Jakarta sudah ditabuh. Warga ibu kota pun bersiap untuk mendengarkan tawaran program para pemimpin ini.
Ketiga pasangan baik Agus Harimurti Yudhoyono-Silvyana Murni, Anies Baswedan-Sandiaga Uno, maupun Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful, masing-masing adalah pemimpin berpengalaman dibidangnya.
Melalui berbagai prestasi dan jejak langkah latar belakangnya, mereka telah bisa meyakinkan para petinggi partai untuk mengusungnya.
Dalam konteks perencanaan kota Jakarta, maka kontestasi calon Gubernur DKI Jakarta ini adalah pertarungan untuk mencari perencana utama.
Sebagai Gubernur, mereka harus memiliki kecakapan khusus bidang perencanaan tata ruang. Niscaya, pengetahuan untuk merencana ini merupakan pra-syarat khusus, karena masa depan Jakarta akan sangat ditentukan oleh kualitas rencana kota, pelaksanaan serta pengendaliannya.
Gubernur dituntut bukan hanya sebagai pemimpin politik, namun harus memiliki kemampuan detail sebagai manajer kota Jakarta yang merupakan kota penting dunia.
Perbedaan utama gubernur DKI Jakarta dengan Gubernur lainnya, adalah dalam kemampuan pengetahuan teknis. Hal ini sangat penting karena rejim perencanaan di Indonesia menuntut setiap kota untuk menata ruang, baik struktur, penggunaan, maupun pemanfaatannya secara detail.
Urbanisasi menjadi keniscayaan yang akan dihadapi Indonesia ke depan. Kemampuan kota Jakarta dalam menghadapi perubahan yang cepat, memerlukan ketajaman dan kebijakan-kebijakan kota yang mumpuni.
Inovasi di level kebijakan dan program daerah menjadi bagian penting dari proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian tata ruang, agar kota dan kabupaten menjamin inklusif, berkeadilan dan dinamis.
Masalah aksesibilitas dan mobilitas juga akan menjadi isu penting Jakarta. Mobilitas masyarakat perlu didukung oleh angkutan massal yang mumpuni.
Segera perlu ada terobosan, dan gubernur harus peka dan mendengarkan semua kondisi yang berkembang di masyarakat berkaitan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang memadai, mewujudkan keadilan pelayanan dasar, serta menciptakan kesejahteraan.
Para kontestan pilkada DKI Jakarta harus dapat memperlihatkan kepemimpinan di dalam mengusung isu ini.
Potensi urbanisasi bisa dilihat sebagai peluang tetapi bisa juga menjadi bencana. Bonus demografi adalah pisau bermata dua, karena tantangan kita adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan kompetensi sumber daya.
Maka pelayanan pemerintah yang adil sangat diperlukan. Keadilan harus mencapai masyarakat yang terpinggirkan, masyarakat yang paling rentan, dan masyarakat-masyarakat yang menjadi korban atau terimbas dari pembangunan itu sendiri.
Dicari Manajer dan Perencana Utama
Konflik ruang adalah fitur utama Jakarta yang harus bisa hadapi oleh para calon pemimpin inu. Sebutlah kontroversi reklamasi Teluk Jakarta dan penggusuran masyarakat di kawasan terdampak.
Belum lagi perubahan peruntukan berkaitan dengan trase proyek-proyek prioritas pemerintah pusat.
Saat ini Jakarta sedang melakukan peninjauan kembali (PK) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2030 dan Rencana Detail Tata Ruang serta Peraturan Zonasi (RDTR dan PZ) atas nama proyek-proyek infrastruktur prioritas seperti Kereta Ringan dan Kereta Cepat, bukan tanpa kontroversi.
PK ini juga berkaitan dengan kawasan reklamasi, dalam bungkus National Coastal Defense Development (NCICD). Revisi sangat rawan karena dapat dijadikan alasan penumpang gelap melakukan pemutihan atas perubahan guna lahan.
Lalu, bagaimana visi para calon menyikapi persoalan tata ruang ini? Dengan segala kelebihan dan keterbatasannya, RTRW dan RDTR DKI yang belum genap 3 tahun diberlakukan, sejatinya adalah kesepakatan bersama, yang sudah melalui proses yang panjang sebelumnya.
Siapapun yang memenangi kontestasi DKI-1 harus fokus pada pemenuhan tuntutan publik dan warga kota. Warga perlu kenyamanan dan kesejahteraan, dan ingin dilibatkan.
Identifikasi tujuan, peran dan arah pelayanan publik yang dijabarkan di dalam rencana. Manajemen publik harus berbasis akuntabilitas di mana pemerintah kota bertanggung jawab kepada warganya.
Interaksi antara pemerintah dan warga berjalan pada saat pelayanan publik diberikan kepada masyarakat, sehingga indikator “pengalaman perbaikan pelayanan” dan “nilai tambah” yang dirasakan masyarakat menjadi faktor terpenting dalam mengukur efektifitas, efisiensi dan akuntabilitas pelayanan publik.
Bagaimana visi tata ruang para calon pemimpin daerah dalam tantangan penyusunan RDTR, PZ dan berbagai instrumen pengendalian ruang? Apakah inovasi saja cukup untuk menjadikan kota yang aman dan nyaman? Bagaimana skala manusia dijamin dalam pengembangan desain detail kota dan kabupaten kita?
Nah, dalam sosok Agus-Silvi, Anies-Sandi dan Ahok-Djarot kita mencari seorang perencana utama yang visioner sehingga rencana tata ruang DKI Jakarta menjadi sebuah dokumen kerja yang bisa mengarahkan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan stakeholder, memberikan kepastian hukum, dan kepastian berusaha serta kepastian hidup nyaman bagi warga nya.
Ayo, kita cari pemimpin yang mumpuni!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.