Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Sejumlah Pelanggaran Proyek Reklamasi yang Terungkap dalam Sidang PTUN

Kompas.com - 15/09/2016, 19:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah memberikan izin reklamasi Teluk Jakarta dilanjutkan kembali pembangunannya menimbulkan kritik pedas, salah satunya dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Lembaga swadaya masyarakat ini menilai, izin pembangunan reklamasi disetujui hanya berdasarkan pertimbangan teknis. Padahal, di satu sisi, proyek ini dituding melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Pelanggaran ini, menurut Direktur Eksekutif Walhi Nur Hidayati atau Yaya, terungkap dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Pertama, izin reklamasi yang dikeluarkan, melanggar Undang-undang (UU) Nomor 27 Tahun 2007 dan UU Nomor 1 Tahun 2014 sebagai dasar," ujar Yaya saat konferensi pers di Gallery Walhi, Jakarta, Kamis (15/9/2016).

Seperti diketahui, UU Nomor 27 Tahun 2007 berisi tentang aturan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sementara UU Nomor 1 Tahun 2014 merupakan perubahan atas UU Nomor 27 Tahun 2007 tersebut.

Dalam hal pelaksanaan pembangunan, kata Yaya, reklamasi jelas melanggar hukum karena tidak menyertakan rencana zonasi seperti yang diamanatkan UU Nomor 27 Tahun 2007.

Selain itu, proses penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau Amdal tidak melibatkan nelayan sebagai masyarakat yang paling terdampak proyek reklamasi.

Lebih lanjut, reklamasi juga dianggap tidak sesuai dengan prinsip UU Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

"Proyek reklamasi jelas tidak ada unsur kepentingan umumnya, hanya bisnis," tutur Yaya.

Ia juga menuturkan, baik saat proses pembangunan atau saat sudah beroperasi, reklamasi mengganggu objek vital, dari segi biologi, sosial, ekonomi, dan infrastruktur.

Reklamasi dinilai hanya menimbulkan kerusakan lingkungan bagi nelayan. Selain di lokasi pembangunan reklamasi, kerusakan lingkungan juga terjadi di wilayah di mana pasir diambil atau diurug.

"Kalau sekarang, reklamasi Jakarta pasirnya diambil dari Banten. Kalau Benoa dari Nusa Tenggara Barat (NTB). Sementara reklamasi wilayah lain, material urug juga diambil dari tempat yang berbeda," sebut Yaya.

Ditambah lagi, Amdal pada wilayah ini tidak diketahui prosesnya, apakah memiliki daya dukung dan daya tampung yang memenuhi syarat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com