JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan utama perumahan bagi pekerja masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dinilai bukan dari masalah seperti tanah, listrik, infrastruktur, dan air, melainkan perihal proses administrasi pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR)-nya.
"Persoalan listrik, tanah, dan air ini bukan urusan pekerja tapi pengembang. Buat pekerja justru persoalan utamanya adalah administrasinya," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Syarif Burhanuddin, dalam Diskusi Indonesia Housing Forum 'Mencari Solusi Rumah untuk Pekerja', di Jakarta, Rabu (7/9/2016).
Baca: Pengembang Keluhkan Kendala Bangun Rumah Pekerja
Masalah administrasi ini menurut Syarif kerap ditemui sebelum para pekerja mengajukan aplikasi KPR ke bank.
Persyaratan berupa kemampuan membayar sebesar 1/3 dari pendapatan dan tidak boleh ada kredit konsumsi jangka pendek kerap membuat pekerja MBR menjadi tidak bankable.
Masalah berikutnya yang diidentifikasi Syarif adalah kesulitan dalam membayar uang muka dan cicilan setiap bulannya.
Untuk dua masalah tersebut, Syarif mengaku, pihaknya telah mengatasinya dengan mengeluarkan dua kebijakan seperti penurunan suku bunga dan bantuan uang muka (BUM).
"Kesulitan membayar uang muka sudah kami atasi dengan menurunkannya dari 10 persen menjadi hanya 1 persen dan kami juga memberikan BUM senilai Rp 4 juta," tambah dia.
Sedangkan untuk cicilan, pemerintah telah menurunkan suku bunga menjadi flat 5 persen dengan tenor yang tadinya hanya 15 tahun menjadi 20 tahun.
"Karena pada akhirnya mereka itu bisa mencicil. Data dari BTN menunjukkan umumnya mereka yang bisa mencicil itu relatif selesai tidak sampai 20 tahun, bahkan 15 tahun atau kurang sudah bisa selesai," imbuhnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.