Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribuan Hektar Lahan Dikuasai Pengembang, Pemerintah Dinilai Tak Lindungi Rakyat Kecil

Kompas.com - 31/05/2016, 17:12 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Negara wajib mengatur pemilikan tanah dan memimpin penggunaannya, hingga semua tanah di seluruh wilayah kedaulatan bangsa dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik secara perseorangan maupun secara gotong-royong.

Hal tersebut selaras dengan ketentuan Pasal 33 Undang-undang Dasar (UUD) 1945, Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria (UUPA).

Lahirnya UUPA sendiri adalah untuk mencabut kebijakan dan praktik agraria masa kolonial (lewat Agrarische Wet 1870), yang bersifat menghisap dan menindas rakyat Indonesia.

Oleh karena itulah, keadilan, kemanusiaan, kebangsaan dan kerakyatan, dan kesejahteraan menjadi prinsip-prinsip utama yang dikandung dalam UUPA

Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Iwan Nurdin, menjelaskan UUPA sebagai UU payung sektor agraria termasuk pertanahan, secara eksplisit telah memberi rambu-rambu bahwa hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

"Dengan demikian, supaya tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan," ujar Iwan kepada Kompas.com, Selasa (31/5/2016).

Namun, realitas di lapangan menunjukkan secara kuat bahwa nilai-nilai Pancasila dan UUPA tidak menjadi dasar penyelenggaraan pembangunan nasional.

Baca: Sejumlah Naga Properti Kuasai Ribuan Hektar Lahan

Meski sudah berada di masa kemerdekaan hingga reformasi, kebijakan dan model pembangunan nasional yang bersifat menindas rakyat kecil, masih terus dipertahankan.

Penyelewengan terhadap prinsip-prinsip luhur itu, kata Iwan, telah melahirkan krisis agraria berkepanjangan baik di pedesaan maupun perkotaan.

"Contohnya ketimpangan struktur agraria yang tajam dan konflik tanah berkepanjangan akibat tumpang-tindih klaim serta aksi-aksi perampasan tanah oleh pemodal kuat,” sebut Iwan.

Hal ini, tambah dia, tentu saja tidak menghormati hak-hak konstitusional rakyat atas tanah dan sumber agraria sebagaimana dilindungi Konstitusi dan UUPA.

Seharusnya, tidak boleh ada sekelompok atau segelintir orang menguasai ribuan hektar, sementara di sisi lain mayoritas rakyat miskin di Indonesia memiliki keterbatasan akses.

Terlebih lagi, sebagian masyarakat tidak memiliki akses dan kontrol atas tanah dan sumberdaya alam lainnya.

Masyarakat ini antara lain petani gurem/miskin, petani yang tidak memiliki tanah atau buruh tani, nelayan, masyarakat adat dan masyarakat miskin kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com