Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BPN Serahkan Lahan 383 Hektar kepada Petani Garut

Kompas.com - 12/04/2016, 18:15 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan menyerahkan lahan seluas 383 hektar kepada petani Badega, Garut, Jawa Barat, melalui program Reforma Agraria.

Sertifikat hak milik tersebut akan diserahkan langsung oleh Menteri ATR/BPN Ferry Mursyidan Baldan kepada 1.000 kepala keluarga (KK) petani, Rabu besok (13/4/2016).

"Sertifikat ini adalah kepastian hukum bagi petani juga menjadi dasar kehidupan yang menentramkan dan memakmurkan," ujar Ferry saat ditemui di Kantornya, Selasa (12/4/2016).

Tanah yang akan diserahkan merupakan lahan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis jangka berlakunya sejak 2011 dan tidak diperpanjang.

Kemudian, pemerintah menetapkan tanah tersebut sebagai tanah telantar dan menjadikannya sebagai Tanah Cadangan Umum Negara (TCUN) untuk diserahkan kepada petani yang telah turun temurun mengolah tanah tersebut.

Selain lahan pertanian, di dalamnya juga terdapat 40 hektar lahan untuk penggembalaan sapi dan kambing bagi masyarakat.

“Reforma agraria tidak selesai dengan penyerahan sertifikat, kita lanjutan dengan program access reform untuk meningkatkan kesejahteraan petani,” jelas Ferry.

Ia juga mengatakan, access reform adalah kegiatan pasca redistribusi yang dilakukan antara Kementerian ATR/BPN dan kementerian/lembaga terkait.

Kegiatan ini meliputi pendampingan, pelatihan, penyiapan infrastruktur, sarana dan prasarana termasuk fasilitas akses permodalan ke perbankan.

Awal Februari lalu Kementerian ATR/BPN telah menyerahkan lahan seluas 75,56 hektar kepada 425 KK petani di Desa Tumbrep Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

Selanjutnya, redistribusi lahan Reforma Agraria akan dilakukan di Buol, Sulawesi Tengah seluas 36.000 hektar dan Bandar Lampung seluas 90 hektar.

Diikuti 10 lokasi lainnya yakni Bogor, Ciamis, Cianjur, Sukabumi, Pangandaran (Jawa Barat), Pemalang (Jawa Tengah), Solok Selatan (Sumatera Barat), Bima, Dompu (Nusa Tenggara Barat) dan Palangkaraya (Kalimantan Tengah).

Nantinya sertifikat lahan Reforma Agraria tidak dapat dialihkan atau diperjualbelikan selama minimal 10 tahun. Setelah itu, sertifikat hanya bisa dijual kepada sesama warga yang menjadi peserta program ini.

Calon pembeli harus memastikan lahan tetap digunakan untuk pertanian atau bercocok tanam. Pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia mengacu pada UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dan Ketetapan MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Aturan ini diperbarui dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kala, reforma agraria masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 yaitu redistribusi lahan seluas 18 juta bidang atau 9 juta hektar yang bertujuan memberikan kepastian hak atas tanah pada masyarakat miskin.

Bidang tanah tersebut berasal dari kawasan hutan 4,1 juta hektar, legalisasi aset seluas 3,9 hektar, tanah transmigrasi yang belum bersertipikat seluas 0,6 juta hektar dan lahan bekas tanah HGU yang habis masa berlakunya atau tanah telantar seluas 4,1 juta hektar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com