Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ciputra Group Emoh Garap Proyek BOT

Kompas.com - 24/03/2016, 18:17 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kisruh yang melibatkan PT Cipta Karya Bumi Indah, dan PT Grand Indonesia (keduanya anak usaha raksasa Djarum Group) dengan BUMN PT Hotel Indonesia Natour atas superblok Grand Indonesia di Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat, memberikan pelajaran sangat berharga.

(Baca: Kerjasama dengan Grand Indonesia, BUMN Ini Berpotensi Rugi Rp 1,2 Triliun)

Bahwa skema kerjasama build, operate, dan transfer (BOT) harus dipertimbangkan dengan matang. Baik dari segi bisnis, finansial, potensi investasi setelah masa perjanjian BOT berakhir, maupun aspek legal. 

(Baca: Kami Tak Menyalahi Perjanjian BOT dengan Hotel Indonesia Natour)

BOT sendiri merupakan perjanjian untuk suatu proyek yang membutuhkan dana besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta. Sementara pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek.

Pihak pemerintah akan memberikan izin untuk membangun, izin mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu (contohnya 30 tahun) dan menyerahkan pengelolaannya kepada pembangun proyek (swasta).

Setelah melewati jangka waktu tertentu, proyek atau fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku pemilik lahan sekaligus bangunan di atasnya. 

Oleh karena itu, menurut Managing Director Ciputra Group Harun Hajadi, perusahaannya tidak akan pernah "bermain" dan menyentuh proyek dengan skema kerjasama BOT. 

Dia kemudian bercerita dengan mengutip Ciputra selaku pendiri sekaligus Chairman Ciputra Group, skema kerjasama BOT hanya layak dilakukan jika properti-properti di atas lahan negara seluruhnya dijual atau strata title

"Untuk apartemen strata memang masih layak secara finansial, tapi tidak untuk properti sewa seperti pusat belanja, hotel, dan perkantoran. Apalagi kelas propertinya mewah. Itu capital intensive," ujar Harun kepada Kompas.com, Kamis (24/3/2016).

Selain itu, bila masa perjanjian BOT selama 30 tahun masuk tenggat, namun modal belum kembali, properti-properti yang telah dibangun tetap harus diserahkan kepada pemerintah.

"Padahal harga properti itu akan mencapai puncaknya atau mengalami lonjakan tajam justru setelah usianya mencapai 30 tahun," cetus Harun. 

Harun melanjutkan, kalaupun tergoda untuk menggandeng pemerintah dengan skema BOT, bangunlah properti-properti strata kelas menengah atau bawah yang tingkat serapannya tinggi, namun layak secara finansial dan bisnis. 

"Jadi, ketika properti-properti tersebut diserahkan kepada pemerintah, keuntungan dari penjualan sudah didapat. Kita nggak rugi di situ," pungkas Harun.

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau