Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DKI Jangan Tebang Pilih Soal Penertiban Alih Fungsi Kawasan

Kompas.com - 23/02/2016, 23:55 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "kalo digusur dgn alasan nyelametin ruang hijau jakarta, ngapa cuma yg miskin yg digebah, ini yg kaya kuat koq kaga?"

Itulah kicauan JJ Rizal dalam twitter-nya terkait persoalan penggusuran beberapa wilayah oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dengan alasan ingin mengembalikan ruang terbuka hijau (RTH).

Lewat kicauannya itu, JJ Rizal seolah menyampaikan pesan bahwa Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok beserta jajarannya untuk tidak pilih-pilih dalam melakukan penertiban.

"Saya sepakat dengan Pak Rizal bahwa penertiban alih guna lahan itu tidak tebang pilih," ucap Wakil Ketua Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), Elkana Catur Hardiansah kepada Kompas.com, Senin (22/2/2016).

Setidaknya ada lima kawasan bukan kumuh yang telah diubah fungsinya, yakni Kelapa Gading sebagai area resapan air, Pantai Indah Kapuk sebagai area hutan lindung, Sunter sebagai area resapan air, Senayan sebagai RTH, dan Tomang sebagai hutan kota.

Menurut Elkana, Pemprov DKI Jakarta perlu melihat kembali pemanfaatan-pemanfaatan di titik-titik tersebut untuk disesuaikan dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW) DKI Jakarta yang ada sekarang.

"Apabila memang masih banyak ditemukan wilayah-wilayah yang tidak sesuai penggunaannya dengan RTRW yang sudah disusun, saya pikir saya mendukung Pemprov DKI untuk melakukan penertiban bukan hanya di tempat-tempat seperti Kalijodo, Kampung Pulo, dan Waduk Pluit," tambahnya.

Hal senada juga disampaikan oleh pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-Unit Tindak Kekerasan Alldo Felix Januardy, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dinilai pilih kasih karena tidak sedikit permukiman rumah mewah yang juga tidak tertib.

"Karena masyarakat dianggap melanggar peraturan, Pemprov DKI berhak menertibkan, misalnya berdasarkan peraturan pemerintah (PP) sungai dan peraturan daerah (perda). Tetapi, anehnya perda itu tidak berlaku untuk rumah-rumah di Kemang yang tinggal 15 meter juga dari sungai," ujar Alldo saat diskusi panel dengan tema "Kota Tanpa Kekerasan", di Universitas Tarumanegara, Jakarta, Sabtu (20/2/2016).

Alldo mempertanyakan tujuan penggusuran paksa tersebut jika klasifikasinya adalah penertiban. Di Jakarta sendiri, ada Perda DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum.

Menurut dia, perda ini bersifat memaksa dengan kata lain, jika ada kawasan yang tidak indah di mata pemerintah maka boleh ditertibkan.

Lain halnya dengan permukiman elite yang sebenarnya juga bisa dikenakan Perda tersebut. Ia mencontohkan, daerah yang dimaksud adalah Kelapa Gading Jakarta Utara.

"Kawasan Kelapa Gading itu juga daerah resapan air, dan saya tinggal di sana tidak digusur-gusur sampai hari ini," sebut Alldo.

Kesimpulannya, kata dia, penertiban umum hanya berlaku bagi sebagian kalangan, dalam hal ini adalah masyarakat menengah ke bawah.

Alldo menyarankan, kalau mau konsisten dengan peraturan tersebut, harusnya penertiban tidak pandang bulu meski pada permukiman elite sekalipun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com