Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), HIN berpotensi menderita kerugian senilai Rp 1,2 triliun, menyusul pelaksanaan kerjasama tersebut. (Baca: Kerja Sama dengan Grand Indonesia, BUMN Berpotensi Merugi)
Kerja sama yang dimaksud adalah pengembangan lahan di kawasan superblok Hotel Indonesia melalui perjanjian Build, Operate dan Transfer (BOT). Dalam hal ini, CKBI sebagai penerima hak BOT dari HIN.
Dalam dokumen resume hasil pemeriksaan BPK nomor 02/AUDITAMA VII/01/2016 disebutkan bahwa kerja sama antara HIN dengan CKBI tidak sesuai dengan proses perencanaan awal.
Di antaranya adalah masa kontrak yang melebihi 30 tahun, kompensasi tidak sesuai dengan persentase pendapatan, serta sertifikat hak guna bangunan (HGB) yang dijaminkan oleh CKBI dan GI kepada pihak lain untuk mendapatkan pendanaan.
Dari dokumen yang diperoleh Kompas.com pekan lalu, dua bangunan yang tidak tertera dalam perjanjian adalah gedung perkantoran Menara BCA dan apartemen Kempinski Residences.
Seperti apa, dan bagaimana kedua gedung yang masuk kategori pencakar langit tersebut?
Menara BCA menjadi kantor pusat PT Bank Central Asia Tbk dan merupakan salah satu lokasi perkantoran premium dengan harga sewa termahal di Indonesia. (Baca: Cek, Lima Perkantoran Termahal di Jakarta)
Saat ini, Menara BCA bertengger di posisi kelima termahal dengan base rent Rp 550.000 per meter persegi per bulan dan service charge Rp 106.000 per meter persegi per bulan.
Struktur setinggi 230 meter dalam 56 lantai ini dirancang oleh firma arsitektur kenamaan yang juga mendesain kompleks Ciputra World Jakarta, yakni RTKL.
Pembangunan gedung yang berlokasi di Jl MH Thamrin Nomor 1 ini kelar pada 2008. Menara BCA didapuk oleh Council on Tall Buildings and Urban Habitat (CTBUH) sebagai tertinggi ke-enam di Indonesia, ke-271 di Asia, dan ke-491 di dunia.
Sementara itu apartemen Kempinski Residences adalah hunian super mewah yang laku diminati oleh kalangan ultra high net worth individuals (UHNWI).
Harganya saja saat ini, menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, dipatok lebih dari Rp 5 miliar per unit.
"Itu harga yang berlaku di pasar sekunder (seken) dan tidak termasuk PPN. Sementara harga per meter perseginya sudah menyentuh angka di atas Rp 70 juta per meter persegi," ungkap Hendra kepada Kompas.com, Selasa (16/2/2016).
Hendra menambahkan, UNHWI yang membeli unit-unit Kempinski Residences ini adalah untuk investasi dan memenuhi kebutuhan gengsi.
"Mereka membeli juga untuk disewakan kembali kepada ekspatriat. Jadi yang tinggal di apartemen ini kebanyakan orang asing," sebut Hendra.
CTBUH menempatkan Kempinski Residences sebagai pencakar langit tertinggi ke-12 di Indonesia dan ke-378 di Asia.
Di luar perjanjian
Dua bangunan itu, di luar perjanjian yang disepakati untuk didirikan. Adapun bangunan-bangunan yang telah disetujui dalam kontrak adalah:
1. Hotel bintang 5 (42.815 meter persegi)
2. Pusat perbelanjaan I (80.000 meter persegi)
3. Pusat perbelanjaan II (90.000 meter persegi)
4. Fasilitas parkir (175.000 meter persegi)
Empat bangunan tersebut sesuai dengan perjanjian Build, Operate Transfer (BOT) yang ditandatangani 13 Mei 2004 melalui Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Grand Indonesia.
"Dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009 ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran (Menara BCA) dan apartemen (Kempinski) di mana tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN," tulis dokumen tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Humas PT Grand Indonesia Annisa Hazarini mengatakan, pihaknya belum dapat memberikan keterangan apa pun.
"Sampai saat ini untuk pemberitahuan ke pihak eksternal masih melalui tim public relation (PR). Namun, kami masih menunggu jawaban dari pihak top management," tandas Annisa dalam pesan Whatsapp.