Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lika Liku Sengketa Tanah Petani Batang versus Tratak

Kompas.com - 13/02/2016, 22:00 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

BATANG, KOMPAS.com - Pemberian sertifikat tanah kepada masyarakat di Desa Tumbrek, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bandar, dinilai cukup melelahkan.

Menurut Plt. Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Jawa Tengah Lukman Hakim prosesnya bahkan sampai membuat pemerintah "berdarah-darah".

"Petani menggarap tanah ini untuk digunakan sebagai lahan pertanian. Lahan ini adalah bekas hak guna usaha (HGU) PT Perusahaan Perkebunan Tratak (Tratak)," ujar Lukman di Batang, Kamis (11/2/2016).

Dalam melegalisasi aset ini, pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) menggunakan program Reforma Agraria.

Program ini diawali serangkaian tahapan hingga terbit Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010.

Berdasarkan PP ini, Kanwil BPN Jawa Tengah mengusulkan tanah yang dimaksud terindikasi telantar. Kemudian, pada 2013 terbit Surat Keputusan Kepala BPN RI tentang tanah telantar.

Namun, tutur Lukman, keputusan ini digugat oleh Tratak melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Selatan.

Sengketa tersebut diputus pada 8 juli 2013 yang dimenangkan oleh BPN. Sementara pihak penggugat, yakni tidak melakukan upaya hukum sampai batas akhir yang ditetapkan.

Setelah itu, Menteri ATR/BPN menerbitkan surat keputusan pada 24 november 2015 terkait peruntukan tanah cadangan umum negara.

"Kanwil BPN Batang pun melakukan redistribusi tanah melalui program Reforma Agraria dan koordinasi dengan pemerintah Kabupaten Batang," jelas Lukman.

Melalui surat keputusan ini peruntukkan redistribusi tanahnya disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Batang.

Selanjutnya, redistribusi tanah seluas 79,84 hektar dilakukan kepada petani penggarap yang berjumlah 425 kepala keluarga (KK).

"Dalam waktu singkat kurang lebih 30 hari sertifikat hak atas tanah bisa diselesaikan dan siap dibagikan kepada calon penerima," tutur Lukman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com