"Pemaksaan kehendak Jokowi atas pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung bisa menjadi preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan," ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Zaenal Muttaqien, kepada Kompas.com, Jumat (12/2/2016).
Lebih lanjut Zaenal mengatakan, buruknya tata kelola pemerintahan itu dapat dilihat dari banyaknya peraturan membahas prosedur perizinan rencana pembangunan. Selain buruk dalam hal tata kelola pemerintah, pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung juga dapat mengganggu keselarasan lingkungan yang ada di jalur pembangunan kereta tersebut.
"Mengenai keselarasan lingkungan, kereta cepat telah melanggar prosedur pembuatan amdal, kemudian dalam hal pembebasan lahan negara, aturan pelepasan aset masih menyisakan masalah, begitu pun dalam aturan hukum lainnya," kata Zaenal.
Dia juga menuturkan, jika tabrakan aturan hukum yang ada akan berpotensi merusak tatanan hukum di Indonesia. Selain itu, akibat terburu-burunya pembangunan kereta cepat tersebut, Zaenal menilai, Presiden Jokowi telah melanggar janjinya sendiri untuk merevolusi mental bangsa Indonesia.
Terkait masalah pembebasan lahan, pembangunan kereta cepat diprediksi membutuhkan lahan seluas 650 hektar. Adapun yang perlu dibebaskan sebanyak 500 hektar.
Pembebasan lahan kereta cepat harus dilakukan dari Karawang hingga Purwakarta, sebab hampir semua lahan berada di kedua kabupaten itu. Selain itu, sebagian besar juga masih merupakan milik warga.
Sementara itu, dari Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, lahan yang digunakan adalah area di samping jalan tol sampai Karawang, kemudian memotong ke arah Jatiluhur. Setelah itu, berlanjut ke sekitar jalan Tol Padalarang, Cimahi, hingga Tegalluar.
Saat ini, proyek pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung mempergunakan lahan milik Perhutani di kawasan Kabupaten Karawang seluas 55 hektar. Rinciannya, panjang mencapai sekitar 11 kilometer dan lebar antara 40 hingga 50 meter.
Lantaran lahan itu adalah wilayah hutan produksi, maka PT Kereta Api Cepat Indonesia China (KCIC) sebagai pengembangnya, harus mencari lahan penggantinya dua kali lipat, yakni 110 hektar. Namun, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Ferry Mursyidan Baldan, pembebasan lahan untuk proyek kereta cepat tidak butuh waktu lama dan tidak sulit, karena proses itu nantinya akan dibantu oleh pemerintah daerah (pemda) dalam hal sosialisasinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.