Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Potensi Pungutan Ganda dalam Tapera

Kompas.com - 21/01/2016, 18:32 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan Undang-Undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Di satu sisi, pemerintah tengah mencari sumber pembiayaan untuk masyarakat yang belum memiliki rumah. Namun, para pengusaha keberatan dimintai pungutan lebih.

Menurut Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), RUU Tapera perlu dikaji kembali.

"Kita sudah usulkan tempo hari supaya jangan ada pungutan ganda, seperti Bapertarum dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)," ujar Eddy kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2016).

Seperti diketahui, Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau Bapertarum-PNS memungut iuran untuk pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) bagi PNS.

Eddy mendengar, Bapertarum dan Tapera akan dilebur menjadi satu pungutan. Sementara BPJS, belum ada wacana akan dilebur dengan Tapera. Padahal, BPJS sudah memungut biaya yang tinggi.

Jika Tapera dan BPJS ditarik pungutan, kata Eddy, maka wajar bila pengusaha marah.

"Pekerja bisa menolak juga, karena ada beban dia di situ (pungutan Tapera), bukan pengusaha saja," jelas Eddy.

Eddy mengusulkan iuran Tapera bisa diambil sebagian dari BPJS. Kalau BPJS sudah memungut 2,5 persen, misalnya 1,5 persen untuk Tapera.

Selain itu, terkait kewajiban Tapera, sebaiknya berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan hanya segelintir golongan.

Bagaimana supaya berlaku semua, diperlukan intervensi pemerintah. Eddy mencontohkan, bagi orang yang kurang mampu, jika pungutan 2,5 persen, maka pemerintah wajib membantu 2 persen dan 0,5 persen dibebankan pada masyarakat.

Jika masyarakat agak mampu bisa dibebankan 1 persen, sementara pemerintah membantu 1,5 persen. Adapun bagi yang mampu, tidak perlu intervensi pemerintah.

"Saran saya, Tapera dikaji ulang soal pengelolaannya, cara tarifnya, pemberlakuannya harus bisa buat siapa saja," tandas Eddy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com