Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hobi Ekstrem Ini Hanya untuk Mereka yang Bernyali

Kompas.com - 09/01/2016, 07:00 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bagaimana rasanya meniti seutas tali di antara dua gedung tinggi (urban highline) yang menjulang 60 meter dengan jarak 33,5 meter? 

Tanyakan kepada Ceppy Chair Bekajaya dan Gin Gin Ginanjar. Dua anak muda yang tergabung dalam komunitas Pushing Panda Bandung ini baru saja melakukannya. (Baca: Pertama di Indonesia, Meniti Tali di Antara Dua Gedung Tinggi

Bahkan, sebelum itu, mereka berhasil melintasi Sungai Cikapundung Bandung tanpa harus berenang, menjejaki Jembatan Kereta Api Cisomang Purwakarta setinggi 120 meter, dan berjalan di antara dua tebing Gunung Hawu Bandung. 

Seluruh kegiatan tersebut dilakukan berbekal webbing (tali pipih sebagai lintasan utama), climbing ropes (tali untuk memanjat), yang dilengkapi dengan anchor points.

"Ketakutan untuk jatuh tetap ada. Itu manusiawi. Tetapi kami harus melawan ketakutan itu dengan kesungguhan, dan fokus. Hasilnya, olahraga ekstrem ini ternyata bisa menyembuhkan 'penyakit' mental," tutur Ceppy kepada Kompas.com, usai mencetak prestasi menjadi orang pertama bersama Gin Gin Ginanjar berjalan di atas lintasan tipis 2,5 cm, Jumat (8/1/2016).

dokumen Ceppy Chair Bekajaya Ceppy Chair Bekajaya meniti tali di antara Jembatan Kereta Api Cisomang lama dan baru, pada 28 September 2015.
Ceppy, Gin Gin, dan 25 generasi mutakhir aktivis Pushing Panda lainnya tak sekadar bernyali besar. Mereka menjalaninya dengan penuh kesungguhan, fokus, tekun, dan giat berlatih untuk mencapai keseimbangan, meskipun urban highline hanya merupakan hobi. 

Pendiri komunitas Pushing Panda Bandung, Mulyana, menjelaskan, kalau hobi dilakukan dengan penuh hasrat dan kesungguhan, maka ia bukan lagi belaka kesenangan (pleasure).

"Kegiatan ini, khususnya urban highline, juga bisa memengaruhi kondisi emosional seseorang. Yang tadinya grasa-grusu, terburu-buru, egois, namun dengan menekuninya bisa menjadi lebih kalem, seimbang, tenang dan penuh perhitungan," papar Mulyana yang juga tergabung dalam Asosiasi Roof Access Indonesia. 

Konsentrasi

Mulyana melanjutkan, dalam meniti tali, dibutuhkan konsentrasi dan ketenangan tingkat tinggi.

Dengan melatih kedua kondisi utama tersebut, tantangan seberat apa pun seperti angin kencang, ketakutan akan ketinggian, atau perasaan gagal sebelum menaklukkan, akan menguap dengan sendirinya. 

"Saat awal meniti tali, kita dihadapkan pada pertarungan antara unsur positif dan negatif, antara bisa mencapai tujuan atau harus terjatuh dari ketinggian. Di sinilah konsentrasi, kesiapan mental, dan fisik diuji," beber Mulyana.

dokumentasi Eddik Aktivitas olahraga ekstrem highline di Gunung Hawu, Padalarang, Bandung, pada 23 Juli 2015.
Arief Wicaksono, anggota Pushing Panda yang menekuni trickline menambahkan, untuk bisa sampai berdiri tegak di atas tali saja butuh waktu setidaknya tiga minggu latihan intensif. 

Apalagi bila punya keinginan untuk melakukan manuver dinamis dengan menggerakkan seluruh bagian tubuh dengan cepat seperti back bounce (menjatuhkan diri untuk kemudian bangkit kembali dengan cepat), backflip (membanting bagian belakang tubuh) atau pun buttflip perlu penyesuaian hingga 2,5 tahun.

"Jika semua dilakukan dengan benar, itu sangat fun," cetus Arief yang sempat berkali-kali mengalami patah tulang kering, atau engsel bahu bergeser. 

Urban highline  dan trickline merupakan salah dua dari sekian banyak genre slackline. Cabang lainnya adalah urban line, waterline, slackline yoga, free style slackline, dan windline.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com