Sebut saja Raffles Hotel di Ciputra World Jakarta Jl Prof Dr Satrio, St Regis di The Capital di kawasan gatot Subroto, Waldorf Astoria di Thamrine Nine Jl MH Thamrin, dan Sofitel So di The Hundred, Mega Kuningan.
Satu hal yang pasti adalah nama dan merek global tersebut semakin memperkuat citra, nilai, dan prestise proyek properti tersebut.
Menurut Anton, merek asing cukup signifikan pengaruhnya terhadap citra, nilai, dan prestise proyek.
Terlebih merek-merek dengan reputasi bonafid macam St Regis, The Westin, Luxury Collection, JW Marriott, The Ritz-Carlton, Sofitel So, sekadar menyebut nama, punya pelanggan asing dengan profil yang juga tidak diragukan.
"Tamu-tamu asing itulah pasar potensial yang dibidik oleh para pengembang, selain pembeli domestik dari kelas atas yang dibidik," jelas Anton.
"The Hundred merupakan pengembangan terpadu yang mewah, prestisius, dan layak dijadikan pilihan destinasi internasional. Tentunya ini cukup berperan sebagai tambahan nilai investasi. Tidak hanya dari sisi harga jual," jelas Jusup, Senin (16/11/2015).
Tanpa merek asing
Lantas bagaimana nasibnya bila properti-properti tersebut tidak bekerjasama dengan rantai global yang menjadi andalannya sekarang?
Anton mengatakan tidak mudah meyakinkan pasar untuk membeli dan berinvestasi di proyek-proyek properti tanpa merek internasional.
"Enggak gampang properti mereka terjual. Apalagi proyek yang dibanderol dengan harga di atas Rp 45 juta per meter persegi," tambah Anton.
Namun demikian, Anton menekankan, digandengnya brand-brand asing tersebut tentunya sudah melalui pertimbangan matang.
Pengembang sudah merancang positioning pasar, dan calon peembeli yang dibidik. Bahkan kebijakan pricing atau harga jual pun sudah ddirancang sedetail mungkin.
Jusup mengakui, proyek The Hundred pada dasarnya merupakan pengembangan yang sudah didesain sedemikian rupa.
"Sehingga memiliki nilai jual dan prestise tersendiri. Lokasinya sendiri sudah 'berbicara'," tandas Jusup.
Hingga Oktober 2015, terdapat lebih dari 28.000 hotel bermerek internasional di tujuh negara Asia Tenggara.
Rata-rata harga penjualan hotel di pusat kota senilai 4.870 dollar AS per meter persegi kecuali. Harga lebih tinggi ditawarkan hotel di Singapura yang meroket menjadi 25.000 dollar AS per meter persegi.
Katalis utama dari perkembangan aktual bisnis perhotelan Asia Tenggara adalah konsep pembangunan multifungsi atau mixed use development.