Jika penyatuan Jabodetabek ini masuk ranah pertanahan, kata Yayat, maka teknisnya akan lebih baik lagi. Saatnya pemerintah melakukan aglomerasi, atau penyatuan secara fungsional, daerah tersebut. Ke depannya, tidak ada lagi administrasi kota sebagai bagian terpisah. Dengan begitu, pembangunan kota tersebut juga tidak dipisah-pisah lagi.
Selama ini, menurut Yayat, area di luar Jakarta yang luasnya 1,5 kali lebih besar, dikuasai oleh pengembang. Hal tersebut menjadi menarik karena persoalannya Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2008 Tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur (Jadebotabekpuncur) tengah direvisi. Revisi ini mengenai sanksi pembatasan dan pengendalian.
Yayat mengatakan, pada aspek pengendalian, sanksi perlu didorong sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.
"Saya sendiri rekomendasikan UU tersebut. Saya melihat tata ruang sekarang kacau. Pengembang siapkan rumah, tapi akses transportasi tidak disiapkan," sebut Yayat.
Fenomena yang marak saat ini, lanjut dia, konsumen yang membeli rumah juga membeli motor karena tidak adanya akses menuju transportasi umum. Dalam hal ini, pengembang harus mematuhi aturan bahwa bangun perumahan harus ada akses menuju transportasi umum.