JAKARTA, KOMPAS.com - Menjelang bergulirnya kesepakatan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) di Indonesia, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggodok Rancangan Undang-Undang Jasa Konstruksi (RUU JK) demi mendorong daya saing tenaga kerja Indonesia.
Kementerian PUPR juga berencana memberikan perhatian lebih bagi tenaga asing yang ingin bekerja di Indonesia, terutama di bidang jasa konstruksi. Salah satunya dengan cara memberikan sertifikat bagi mereka sebelum bisa bekerja di Indonesia.
"Kita akhirnya berusaha mempercepat sertifikasi. Jadi semua tenaga asing yang masuk harus kita sertifikasi, berkoordinasi juga dengan LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi). Seritifikat itu sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, mau ahli ataupun teknis," jelas Direktur Jendral Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Yusid Toyib saat menghadiri hari ulang tahun Asosiasi Konstuktor Indonesia yang ke-42 di Jakarta, Rabu (7/10/2015).
LPJK nantinya yang akan bertanggungjawab dalam proses sertifikasi tersebut. Kementerian PUPR terlibat ketika RUU JK sudah disahkan sebagai Undang-Undang oleh pemerintah. Saat ini, baru ada sekitar enam ribuan tenaga asing yang sudah disertifikasi. Maka dari itu, percepatan sertifikasi akan melibatkan banyak pihak mulai dari politeknik, perguruan tinggi, hingga SMK.
"Jadi kita nanti akan jemput bola, misalnya ada satu proyek besar yang sedang berlangsung, instruktur dan tim asesor akan datang ke lokasi, dilihat kerjanya, benar atau tidak, mungkin satu sampai dua jam, baru kita kasih sertifikasi. Jadi sertifikasinya langsung di tempat," jelas dia.
Menurut data Kementerian PUPR, target infrastruktur baru yang harus dibangun selama periode 2015-2019 antara lain adalah 15 bandara, 24 pelabuhan, 2.350 kilometer jalan baru, 1.000 kilometer jalan tol, 63 waduk, dan 500.000 lebih rusunawa. Hasilnya, kebutuhan dana dan sumber daya manusia yang dibutuhkan akan semakin banyak.
"Pasar konstruksi Indonesia memiliki nilai yang terus meningkat. Pada 2012, jumlahnya mencapai Rp 411 triliun, setahun berikutnya naik menjadi Rp 466 triliun dan tahun 2014 naik drastis menjadi sebesar Rp 521,7 triliun," papar Yusid.
Sertifikasi untuk tenaga asing dinilai perlu agar para konstruktor tidak secara asal mempekerjakan mereka. Pemerintah tak ingin kecolongan dengan banyaknya tenaga asing yang masuk ke Indonesia tanpa memiliki kemampuan atau keahlian sama sekali. Terlebih bakal segera bergulirnya MEA yang membuat siapa pun bisa masuk ke Indonesia dengan bebas.
Tak hanya bagi tenaga asing, sertifikasi juga akan dilakukan bagi tenaga kerja lokal. Hal ini dimaksudkan agar meningkatkan pendapatan mereka. "Untuk upah akan menjadi urusan tenaga kerja asing dengan kontraktor, karena UMR kita dan mereka berbeda. Upah tenaga kerja lokal yang punya sertifikat pastinya akan naik ketimbang yang tidak punya sertifikat," tandas Yusid.
Kementerian PUPR berencana akan melakukan sertifikasi bagi tenaga kerja lokal pada tahun depan. Saat ini, pemerintah bersama LPJK hanya fokus pada pemberian sertifikat bagi tenaga asing.
Ralat dari Humas Kementerian PUPR:
Terkait materi artikel paragraf empat (4), seharusnya tertulis: ... "saat ini baru ada sekitar 109.000-an tenaga kerja ahli nasional yang memiliki sertifikat. Sedangkan tenaga kerja konstruksi terampil nasional sekitar 387.000 yang tersertifikat".
Terkait materi artikel paragraf lima (5), seharusnya tertulis: ... "menaikkan 10 persen untuk tenaga tenaga kerja lokal yang tersertifikat".