KOMPAS.com – Saat ekonomi sedang lesu, investasi juga melambat. Namun, properti masih menjadi favorit orang Indonesia di antara semua instrumen investasi. Risiko yang bisa lebih ditekan dan diperhitungkan, jadi alasan kecenderungan tersebut.
Survei dari sebuah lembaga keuangan, seperti dikutip Kontan Edisi Khusus September 2015, menguatkan preferensi itu. Banyak orang di Indonesia, menurut survei tersebut, yang merasa sudah berinvestasi ketika telah membeli properti. Investasi properti pun oleh banyak orang diklaim sebagai dana pensiun.
Risiko yang lebih sedikit, menjadi dasar dari preferensi ini. Sama halnya dengan instrumen investasi lain yang menawarkan banyak keuntungan, properti juga berisiko besar.
Namun, risikonya bisa ditekan dengan pilihan investasi ke properti yang prospektif. Berikut ini sejumlah peluang yang bisa meminimalkan risiko berinvestasi ke sektor properti:
Harga cenderung naik
Di antara beberapa alasan orang Indonesia suka berinvestasi dalam bentuk properti adalah harganya yang cenderung naik. Saat ekonomi melemah seperti sekarang, penjualan properti turut melambat tetapi harganya tetap saja tumbuh. (Baca: Lebih Untung Mana, Investasi Apartemen atau Deposito?)
Berdasarkan survei residensial Bank Indonesia untuk kuartal II-2015, harga properti di Indonesia tumbuh rata-rata 5,95 persen pada periode tersebut. Besaran pertumbuhan harga antara lain ditentukan oleh pilihan lokasi. Bila lokasi properti tersebut prospektif, harga cenderung naik lebih cepat.
Lokasi dengan beragam akses dan punya dukungan infrastruktur mapan, merupakan salah satu kriteria prospek tersebut. Kawasan apartemen dengan pusat kegiatan—mulai dari bisnis, komersial, pendidikan, kesehatan, hingga hiburan—bisa jadi contoh.
Dua sumber pendapatan
Berinvestasi ke properti, investor bisa memperoleh dua sumber pendapatan, yaitu dari penjualan dan uang sewa. Keuntungan penjualan—biasa disebut dengan capital gain—didapat dari selisih harga beli dan jual.
Namun, untuk memaksimalkan keuntungan dari penjualan, beberapa hal harus dicermati. Misalnya, investor harus menghitung semua biaya di luar harga pembelian.
Biaya tambahan itu mulai dari ongkos notaris, komisi penjualan untuk agen properti, asuransi, bea balik nama, pajak, hingga biaya pemeliharaan. Setelah menghitung total biaya pembelian dan biaya tambahan ini, barulah harga jual yang pas ditentukan.
Bila tidak terburu-buru ingin menjual aset, investor masih punya pilihan pendapatan dengan menyewakan properti. Penentuan harga sebaiknya juga memasukkan biaya yang mungkin muncul selama masa penyewaan, selain patokan berdasarkan informasi harga di sekitar kawasan.
Kembali ke tujuan investasi
Pada hakikatnya, setiap orang perlu mengetahui dan menetapkan tujuannya menanamkan modal pada instrumen investasi, termasuk ke properti. Belum tentu semua kebutuhan dana di masa depan cocok dipenuhi dengan instrumen investasi di bidang ini.
Prospek properti memang cerah, tak terkecuali apartemen. Daya tarik karena kemudahan akses dan lokasi, ditunjang tingkat kebutuhan hunian yang terus meningkat, membuat prospek apartemen tetap melangit. Meski begitu, berinvestasi ke apartemen dan properti tetaplah lebih cocok untuk perencanaan keuangan jangka panjang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.