“Untuk klien dengan dana terbatas, saya utamakan membuat rumah yang dapat ditinggali meskipun belum semua ruangan lengkap, tapi tetap bisa ditinggali,” jelas Yu Sing pada Kompas.com, Rabu (23/9/15).
Selanjutnya ketika si anak mulai besar dan mereka sudah memiliki dana tambahan, Yu Sing akan membangun kamar lain di rumah tersebut. Rumah pun bertumbuh seiring kemampuan keluarga tersebut dalam mencicil dengan keterbatasan biaya. Teknik mencicil ditambah dengan efisiensi material, memungkinkan siapa pun memiliki rumah layak huni.
Yu Sing mengakui, tidak semua proyek dimulai dari pembangunan lahan kosong. Beberapa proyek hanya merupakan renovasi dan membangun kembali rumah yang sudah sangat rusak.
Untuk jasa perancangan sendiri, Yu Sing menerapkan harga Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta per meter perseginya. Namun bila pengaju rumah murah benar-benar miskin, Yu Sing menggalang dana atau menerapkan sistem subsidi silang.
Studio Akanoma miliknya sering mendapatkan proyek dari klien-klien berdana besar. Hasil bayaran dari dana besar ini lantas dia alihkan untuk membantuk kelancaran proyek rumah-rumah murah.
“Dari subsidi silang tersebut, kini sudah ada beberapa rumah murah yang terbangun. Contohnya rumah tukang ojek di Dago, rumah penjual koran di Wangon, dan ada pula rumah di belakang Studio Akanoma yang pemiliknya kami bantu carikan materialnya,” cerita Yu Sing.
Niat baik tersebut bukan tanpa kendala. Karena tidak setiap hari Yu Sing mendapatkan proyek dana besar yang bisa dia salurkan sebagai subsidi silang untuk membangun rumah murah. Untuk mencari sponsor, Yu Sing mengaku belum ada rencana hingga ke sana. Semua kembali lagi kepada kemampuan tim Studio Akanoma dalam menggarap proyek-proyek tersebut.
Impian Yu Sing terbilang sederhana, yakni ingin membangun rumah murah hingga mencapai 100 rumah. “Sampai sekarang jumlahnya memang belum tercapai. Tapi kalau boleh dibilang mimpinya memang ingin membangun bahkan lebih dari 100 rumah,” tuturnya.