Arsitek pimpinan Studi Akanoma, Yu Sing, mengatakan hal tersebut bisa diatasi dengan konsep berbagi. Konsep berbagi ini ditujukan untuk mereka yang kesulitan membangun rumah.
Mengawali karir sebagai arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung, Yu Sing membentuk sebuah biro bernama Studio Genesis bersama teman-temannya. Namun pada pertengahan 2008, dia memutuskan untuk membuka Studi Akanoma agar lebih berfokus pada proyek rumah-rumah berbiaya terbatas.
“Contohnya biaya untuk struktur bisa mencakup 40 persen-50 persen dari biaya pembuatan bangunan itu sendiri. Ini bisa diefisienkan dengan menggunakan struktur alam, tidak harus material industri,” ungkapnya.
Yu Sing juga tak ragu untuk menggunakan material bekas, contohnya dari sisa bongkaran bangunan lama. Baginya bila material tersebut masih berkualitas baik dan layak digunakan, tak ada salahnya menggunakan material bekas karena lebih menghemat biaya. Bahkan bila kliennya mengizinkan, Yu Sing tak segan membeli material bekas layak pakai.
“Tidak harus identik dengan mahal, justru dengan material-material alam dan material bekas, ada kualitas ruang yang bisa dirasakan oleh indera perasa kita,” paparnya.
Hal itu dibuktikan dengan beberapa rumah rancangan Yu Sing yang tidak menggunakan keramik pada lantai dan tidak menggunakan cat pada dinding. Tampak berbeda, tapi justru berkarakter, dan punya keunikan tersendiri.
Salah satu proyek rumah murah garapan Yu Sing adalah milik seorang tukang ojek di Dago, Bandung. Kondisi rumah seluas 30 meter persegi tersebut sudah rusak berat dan hampir rubuh. Setelah menggalang dana dari berbagai pihak yang turut peduli dengan kasus ini, Yu Sing membangun kembali keseluruhan rumah tersebut dengan dana hanya sebesar Rp 27 juta.