Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koordinasi Buruk Perlambat Pembaruan Museum Nasional

Kompas.com - 15/09/2015, 23:48 WIB
Nathania Hapsari

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Diawali kemenangannya dalam sayembara desain ulang Museum Nasional pada 2011 silam, Ary Indra memulai perkenalan dengan gedung ini beserta isinya. Sayembara desain ulang ini digelar oleh Anies Baswedan yang saat itu masih menjabat rektor Universitas Paramadina.

Pembaruan Musem Nasional pun dimulai pada 2013 sebagai proyek kebudayaan pertama yang menggunakan dana APBD Jakarta. Meskipun disokong dana yang demikian lancar, Ary tak menampik bahwa ada saja kendala dalam pengerjaan proyek yang menurutnya terbilang lambat ini.

“Kendalanya adalah koordinasi dengan pihak pengelola museum yang sulit. Sebagai arsitek, saya perlu tahun sistem penyimpanan di sini, data-data koleksi di sini. Tapi ternyata banyak data dan informasi yang mereka tidak punya,” jelas Ary kepada Kompas.com, Selasa (15/9/2015).

Biaya renovasi sebesar Rp 500 miliar pun tidak sulit didapat mengingat proyek ini didanai pemerintah. Namun sayangnya, tidak semudah itu membuat pihak pengelola mengerti bahwa dana tersebut setimpal dengan renovasi yang akan dilakukan. Ada beberapa keraguan dari pihak pengelola dan pemerintah mengenai keberhasilan proyek ini.

Ary merasa pemerintah menganggap masih ada proyek-proyek lain yang lebih penting dibanding sebuah peremajaan museum, contohnya mal, karena lebih terlihat manfaat langsungnya secara ekonomi. Karena itu ada beberapa hal dirasa kurang adil dalam segi kebijakan.

“Sebuah mal bisa mendapatkan kebebasan untuk ekspansi luas lahan ataupun bangunan. Tapi tidak dengan proyek museum ini, tidak ada kebebasan seperti itu,” ungkap Ary.

Sikap ragu pemerintah juga Ary rasakan ketika salah satu masalah dalam proses perancangan dipersoalkan secara rumit, yaitu jumlah ruang terbuka hijau.

“Dalam perencanaan, jumlah lahan hijau yang kami alokasikan kurang 15 persen. Mereka sangat mempermasalahkan ini, padahal kalau dibanding dengan mal-mal di Jakarta, apa iya lahan hijaunya sudah sesuai aturan?," pungkas Ary.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau