Setelah itu, sebut dia, pemerintah membuat regulasi yang ditujukan untuk masyarakat dalam mengoperasikan gedung hijau. Jika semakin banyak orang menyadari pentingnya menggunakan energi di dalam gedung ramah lingkungan, maka akan semakin mudah meyakinkan mereka yang belum sadar.
Misalnya, saat 40 persen orang sadar lingkungan, mereka bisa meyakinkan 60 persen lainnya. Hal tersebut lebih mudah dibandingkan saat persentasenya masing-masing 1 persen dan 99 persen.
Lebih singkat
Jeffrey mendorong Indonesia bisa mengikuti Singapura dalam menciptakan bangunan hijau. Menurut dia Indonesia bisa mempersingkat waktu dalam mempelajari sistem bangunan hijau, baik dari regulasi maupun fisik bangunan itu sendiri.
"Kami memulai semuanya 10 tahun yang lalu. Kami juga memulai dari nol. Saat itu, saya membutuhkan seseorang untuk mengajarkan saya apa itu bangunan hijau. Kami banyak belajar," kisah Jeffrey.
Saat mempelajari bangunan hijau, tutur dia, otoritas Singapura tidak serta merta menyalin apa yang sudah didapatkan. Singapura mempelajari kembali apa yang bisa diadopsi di negara tetangga Indonesia ini. Negara ini juga banyak belajar dari negara barat yang iklimnya berbeda.
Jeffrey mengatakan, semua yang dipelajari terkait yang bisa diterapkan dan bagaimana melakukannya dengan benar. Pengetahuan ini menuntun Singapura menyiapkan bangunan hijau yang beroperasi secara efisien.
Menurut dia, jika Indonesia memang menginginkan mencapai bangunan hijau, Singapura siap membantu. Namun, tentu saja, hal tersebut kembali kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Jeffrey meyakini, setiap negara memiliki prioritas. Ada negara yang fokus terhadap pembangunan infrastruktur dan baru akan fokus terhadap lingkungan pada tahun berikutnya. Hal tersebut, berpengaruh terhadap anggaran yang disiapkan.