Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelola Sumber Daya Air, Pemerintah Masih Butuh Swasta

Kompas.com - 20/04/2015, 20:29 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi telah membatalkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA) yang berarti swasta tidak lagi bisa menguasai pengelolaan air. Kewajiban ini dikembalikan pada pemerintah.

Akibat pembatalan tersebut, timbul kekhawatiran bahwa investasi swasta, baik asing maupun lokal di sektor air minum akan terhenti.

Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI) Subekti, menampik kekhawatiran tersebut. Menurut dia, swasta masih akan cukup berperan signifikan.

"Dari anggaran APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), pemerintah hanya bisa 33 persen. Peran swasta berarti 100 dikurangi 33, itu sudah cukup besar. Arahan ini tidak terlalu mengganggu (perusahaan swasta)," ujar Subekti, di Hotel Bidakara, Jakarta, Senin (20/4/2015).

Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), saat ini capaian akses air minum baru mencapai 67 persen dengan kontribusi air minum perpipaan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PADAM) baru sekitar 25 persen dan akses sanitasi layak sekitar 60 persen.

Di sisi lain, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 akn terus digenjot melalui program "100-0-100" yang dicanangkan pemerintah melalui Kementerian PUPR.

Tujuan program ini, menyediakan 100 persen akses air minum yang aman, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak bagi masyarakat hingga 2019 mendatang.

Dengan kata lain, kata Subekti, untuk mencapai target tersebut, pemerintah harus meraih rata-rata capaian 6-7 persen per tahun di bidang air minum dan sanitasi.

Untuk meraih capaian tersebut, dibutuhkan investasi tak kurang dari Rp 274,8 triliun. Melalui APBN, pemerintah pusat diperkirakan hanya mampu memberikan kontribusi sebesar Rp 90,7 triliun atau sekitar 33 persen dari total kebutuhan investasi.

Kekurangan sebesar Rp 184,1 triliun lainnya, diharapkan dapat dipenuhi melalui dana APBD, internal PDAM, kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) atau melalui pinjaman ringan dari kalangan perbankan.

"Satu pelanggan paling tidak butuh investasi Rp 10 juta. Untuk 27 juta pelanggan, berarti butuh Rp 270 triliunan. Ini butuh keterlibatan swasta. Kalau 270 bisa dipenuhi oleh pemerintah, ya bungkus. Pertanyaannya, di Indonesia sekarang tantangannya mempercepat akses. Sejak merdeka hingga sekarang baru 10 juta pelanggan," jelas Subekti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com