Di tempat itu beberapa temannya sudah menunggu. Bukan sekadar teman sekolah, namun mereka adalah pelanggan setia ikan-ikan cupangnya.
Setiap hari, begitulah kerja Victor; menjual ikan cupang secara diam-diam di sekolah. Awalnya, ia cuma hobi mengadu ikan "petarung" itu dengan teman-temannya. Sepulang sekolah, kerjanya mengadu cupang. Sekali menang, tapi lebih sering kalahnya. Ia bosan dengan kebiasaan itu.
Sampai suatu saat, lewat kerabatnya, Victor membeli cupang ekspor. Karena bukan kelas ikan lokal, harganya mahal.
Victor senang dengan "mainan" barunya itu. Perawakan "ikan bule" tersebut berbeda dengan ikan lokal. Tubuhnya besar, warnanya pun lebih cantik. Tiap bertarung, ikan itu selalu menang.
Jalan pikirannya seketika terbuka. Anak yang baru duduk di bangku kelas 2 SMP itu ingin mengembangbiakkan ikan tersebut. Tujuannya dua; punya uang jajan sendiri, di sisi lain hobinya tetap tersalurkan.
Mulailah Victor membeli buku tentang cara memelihara ikan. Halaman belakang rumahnya pun lanats disulapnya menjadi “sarang” cupang. Toples-toples kaca ada di sana-sini.
Berhasil. Tak sampai setahun, dari hanya membiakan puluhan, perlahan Victor bisa beternak ratusan ekor "cupang bule". Uang jajannya pun mengembung. Sekejap, ia berubah jadi "raja" di sekolahnya.
Awal berbisnis
"Kalau ingat itu, saya suka dibilang trouble maker oleh teman-teman saya, bahkan guru saya. Kerjanya cuma mikirin cupang saja, tidak pernah ingat pelajaran," ujar Victor Irawan, Komisaris PT Prioritas Land Indonesia kepada KOMPAS.com, Sabtu (4/4/2015).
Herannya, dia menuturkan, sejak dari situlah kebiasaannya berbisnis bermula. Dari cupang, kini Victor menjadi pengusaha properti. Bersama rekannya, Marcellus Candra, ia ikut mendirikan PT Prioritas Land Indonesia (PLI), pengembang properti hunian.
"Sebelum memutuskan berbisnis, saya kerja dengan orang lain di Kalimantan Timur. Isia saya masih sekitar 20 tahun. Kerja di perusahaan kontraktor, bikin jalan provinsi,” tutur pria kelahiran Malang, Jawa Timur, November 1983.
Victor menuturkan, pada 2000 ia bekerja di sebuah perusahan kontraktor PT Prima Krida Persada Jaya di Kalimantan Timur. Keluar-masuk hutan, membuat jalan berkilo-kilometer adalah makanannya setiap hari untuk membangunan infrastruktur seperti jembatan, gedung pemerintahan, pembukaan jalan penghubung antarprovinsi.
Kemudian, pada 2007, perusahaannya dipercaya oleh jajaran TNI Angkatan Darat Kodam V Brawijaya untuk mengelola pekerjaan RTLH (Rehab Rumah Tidak Layak Huni) sebanyak 10.000 rumah. Pembangunan unit-unit rumah itu tersebar di seluruh kabupaten dan kecamatan yang berlangsung setiap empat bulan.
"Saya membangun markas, membuat hanggar untuk tank, bikin 100.000 unit rumah subsidi, dan banyak lagi. Di situ saya belajar serius soal kontruksi, memahami cara menghitung biaya produksi, dan lain-lainnya," katanya.
Pada 2009, Victor bertemu Marcellus Candra. Dari perkenalan itu, setahun kemudian keduanya sepakat mendirikan PLI. Proyek pertamanya membangun proyek vila di Nusa Dua, Bali.
"Waktu itu nilainya hanya Rp 60 miliar. Benar-benar langkah awal. Ternyata, hasilnya bagus. Kami langsung membidik Jakarta," katanya.
Sebagai pebisnis baru, Victor mengakui, setiap langkah selalu saja ada tantangannya. Tapi, ia tak mau kalah dan mudah menyerah dengan kendala, terutama jika datangnya bukan dari dirinya sendiri.
Salah satu kendala awalnya berbisnis di Jakarta adalah tidak adanya lahan. Namun, tanpa lahan bukan berarti semua gagal. Karena itu, Victor menuturkan, area bisnis ia pindahkan ke Tangerang.
"Kami dapat info ada lahan kosong di Gading Serpong, langsung kami survei. Waktu itu Summarecon belum ramai, dan kawasan Paramount juga masih sepi. Kami hadir di peluncuran rumah di situ. Hebat sekali. Rumah yang tersedia cuma ada 200, yang antre sampai 2.000 orang. Di situlah kami melihat ada potensi. Tanpa banyak pertimbangan, kami pindahkan bisnis kami ke sini. Ke Gading Serpong," ujarnya.
"Kunci pertamanya adalah mau belajar. Belajar apa saja terkait bisnis yang akan kita jalani. Itu sudah saya buktikan. Belajar dari hal-hal kecilnya, jangan pilah-pilih yang enak saja. Kunci kedua adalah jujur. Jujur pada diri sendiri dan orang sekitar. Jujur apakah kita sanggup melakukan sesuatu atau tidak, itu salah satu contohnya, karena itu soal kredibilitas,” kata Victor.
Ia akui, PLI hingga saat ini masih terhitung perusahaan muda, belum genap 10 tahun. Land bank pertamanya di Gading Serpong hanya 8000 hektar. Tapi, dari kawasan itu justeru rezeki PLI terus mengalir. Untuk proyek Majestic Water Village Uluwatu di Bali misalnya, nilainya Rp 300 miliar lebih.
"Kami balik lagi ke Bali, bangun Majestic Water Village di Uluwatu. Isinya 32 unit vila, satu unitnya kami jual Rp 10 miliar saat itu. Kami bersyukur, laku," kata pelahap buku-buku bertema keuangan dan strategi ini.
Sukses di Bali, ia dan Marcellus berganti area ekspansi. Seiring proyeknya di Gading Serpong berjalan, PLI membidik Bekasi. Di kawasan itu PLI tengah membangun apartemen dan hotel Indigo @Bekasi senilai Rp 800 miliar.
Saat ini, PLI bersiap melakukan prosesi penutupan atap apartemen Majestic Point Serpong, Gading Serpong. Proyek pembangunan apartemen senilai Rp 450 miliar tersebut terhitung mulai pemancangan tiang pertamanya pada Desember 2012 dan aktif dibangun sekitar April 2013 lalu. Proyek apartemen dua tower dan 32 lantai garapan PT Prioritas Land Indonesia (PLI) itu dibangun di lahan seluas 8000 meter persegi.
"Kami sadar, kami masih muda. Untuk itu, kami tak mau menyerah di tengah peta persaingan bisnis properti saat ini. Tiap tahun kami bersyukur selalu punya progress yang bagus. Targetnya, 2020 nanti kami punya kawasan kota mandiri. Luasnya 500 sampai 1000 hektar dan masih di wilayah Tangerang," kata Victor.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.