BANDUNG, KOMPAS.com — Perencanaan ikon kota sebagai katalis seperti Bandung Technopolis di kawasan Gedebage, Kota Bandung, harus didukung oleh program pencitraan yang kuat agar berhasil. Namun, program pencitraan tersebut juga harus sinkron dengan proses perizinan, aspek legal, dan konsultasi masyarakat.
Kasus Kota Summarecon Bandung yang sempat diancam untuk disegel dan dihentikan pembangunannya merupakan potret betapa program pencitraan tidak sejalan dengan "perangkat lunak" perizinan, aspek legal, dan konsultasi masyarakat tadi.
Padahal, Kota Summarecon Bandung merupakan bagian dari Bandung Technopolis sebagaimana diakui Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil. Meskipun demikian, Bandung Technopolis tidak sama dengan Kota Summarecon Bandung.
"Bandung Technopolis itu tidak sama dengan Kota Summarecon Bandung, tetapi Kota Summarecon Bandung hanya bagian dari proyek Bandung Technopolis," tegas Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.
Bahkan megaproyek yang dibesut PT Summarecon Agung Tbk tersebut memiliki luas lahan di atas 300 hektar atau 70 persen dari Bandung Technopolis. "Summarecon memang paling besar dan mendominasi lahan Gedebage lebih dari 300 hektar," tandas Emil.
Sisa lahan lainnya digarap oleh instansi berbeda, yakni Pemprov Jawa Barat, Pemkot Bandung, PT Multidaya Kharisma, PT Batununggal Indah, dan Provident Development.
Menanggapi kasus tersebut, Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia Bernardus Djonoputro mengatakan pentingnya manajemen perencanaan kawasan yang holistik dan terintegrasi. Produk atau outcome rencana adalah produk hukum berupa aturan, pembangunan fisik kawasan, dan terciptanya lingkungan sosial ekonomi.
Lebih jauh, Bernardus menilai, pembangunan Bandung Technopolis memperlihatkan kegamangan dan kelambatan birokrasi Pemkot Bandung dalam merespons kecepatan peran swasta. Proses perizinan dan fasilitas konsultasi publik tidak sinkron, dilakukan secara terkotak-kotak.
"Bandung Technopolis itu kan hanya branding saja, hanya istilah. Di ranah perencanaan, yang dicanangkan oleh Pemkot Bandung adalah kawasan khusus untuk aglomerasi kegiatan informasi, komunikasi, dan teknologi (ICT) yang potensi sumber daya manusia (SDM), riset, maupun semangat inovasinya ada di Kota Bandung," jelas Bernardus kepada Kompas.com, Selasa (24/3/2015).
Semangat dan SDM saja tidak cukup. Pengembangan kawasan seperti ini, menurut Bernardus, harus didukung oleh penciptaan ekosistem inkubasi bisnis yang mumpuni, menggali potensi, dan menarik komunitas angle investor, kerja sama modal, serta pusat-pusat riset kelas dunia.
Pemkot harus menjadi penghubung dan pendukung keterhubungan dengan dunia ekosistem kapital dunia. Silicon Valley di Amerika Serikat yang populer itu tidak terjadi dalam semalam dan instan. Namun, terjadi karena pemerintah setempat memberikan insentif dan gula-gula ekonomi yang disertai politik kebijakan pendukung. Sehingga, pertumbuhan terjadi dimotori para pelaku dalam ekosistem entrepreneurship yang kuat.
"Jangan sampai Bandung Technopolis sebagai branding disalahartikan menjadi istilah yang generik. Perlu diawasi, rencana ini jangan sampai hanya menjadi sekadar branding untuk menjual properti, perkantoran, dan perumahan kelas atas," urai Bernardus.
Padahal, seharusnya kampanye Pemkot Bandung adalah tentang peran inovasi, entrepreneur, dan keberpihakan pemerintah mendukung bisnis start-up. Namun, beberapa pengembang yang memiliki konsesi lahan mengelola di kawasan Gedebage tersebut justru akan mematok tinggi harga lahan dan propertinya.
Hal itu termasuk PT Summarecon Agung Tbk yang berencana menjual hunian dengan harga mulai dari Rp 1 miliar-Rp 2 miliar. Summarecon sedianya akan memasarkan dan membangun perumahan terlebih dahulu pada April 2015. Pengembangan rumah di Kota Summarecon Bandung akan terdiri dari 10 klaster, masing-masing klaster sekitar 300 unit. Jadi total rumah yang akan dibangun sebanyak 3.000 unit.
Namun, karena seluruh aspek perizinan masih dalam proses persetujuan, Summarecon belum dapat memastikan waktu yang tepat untuk peluncuran proyek tersebut.
"Untuk waktu launching-nya, tentunya kami akan sesuaikan dengan selesainya seluruh proses perizinan," ungkap GM Corporate Communication PT Summarecon Agung Tbk, Cut Meutia.