Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Investor Butuh Kepastian, Jokowi Harus Segera Teken Perpres SDA Baru

Kompas.com - 12/03/2015, 18:05 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan lingkungan strategis seperti melemahnya nilai rupiah, dicabutnya UU Nomor 7/ Tahun 2004  tentang Sumber Daya Air, belum adanya satu pintu pemerintah dalam mengatur kemitraan dengan swasta (KPS), membuat ketidakpastian berkepanjangan di kalangan investor yang tertarik masuk ke sektor infrastruktur secara keseluruhan.

Oleh karena itu, menurut Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP), Bernardus Djonoputro, percepatan realisasi pembangunan infrastruktur harus menjadi prioritas jajaran Kabinet Kerja Pemerintahan Joko Widodo. Pemerintah, dalam hal ini kementerian-kementerian terkait lain, harus segera mengambil keputusan mengenai pola KPS, dan mengumumkan daftar proyek-proyek prioritas.

"Dengan demikian program percepatan pembangunan kawasan ekonomi khusus (KEK), kawasan industri (KI), jalan bebas hambatan, pembangkit listrik, pelabuhan, dan sebagainya bisa segera masuk ke tahap tender, atau melalui skema unsolicited," tutur Bernardus kepada Kompas.com, Kamis (12/3/2015).

Bernardus menilai, langkah kementerian terkait yakni Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang langsung bergerak menyiapkan aturan baru, sangat tepat. Kekisruhan dalam aturan air minum kemasan yang terjadi, tidak boleh mengganggu usaha pemerintah mengembangkan pasokan air minum dari PDAM.

"Usaha penyehatan dan penguatan PDAM dan rencana mendirikan Badan Penyelenggara Air Minum sangat tepat, dan harus segera dilaksanakan. Karena saat ini berbagai kontrak penyediaan air bersih KPS untuk meningkatkan kinerja pasokan PDAM sudah lama berlangsung, baik skema build operate and transfer (BOT), konsesi penuh maupun pola business to business," papar Bernardus.

Dengan begitu, minimal ada beberapa KEK, dan KI yang bisa dibangun seperti Tanjung Lesung, Palu, atau infrastruktur air bersih Semarang Barat, Pekanbaru, dan sarana transportasi massal di kota-kota bisa segera bergerak. Peran pemerintah diharapkan dapat menyerasikan dan mengoordinasi persiapan proyek secara terintegrasi.

Namun, kata Bernardus, harus dihindari dinamika yang terjadi saat ini justru menelantarkan apa yang sudah baik. Perangkat dan aturan terkait KPS harus dioptimalkan dan dilengkapi. Salah satunya dengan membentuk institusi khusus KPS.

Selain itu diperlukan kepemimpinan KPS di level pemerintah pusat yang fokus pada proyek-proyek prioritas, menjadi komandan reformasi kebijakan infrastruktur, berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan menjadi jembatan dengan investor trans-nasional, institusi keuangan doemstik, dan mancanegara.

Perpres segera diterbitkan

Untuk itu, rancangan Peraturan Presiden (perpres) tentang Kemitraan Pemerintah dengan Badan Usaha, yang sekarang beredar untuk menunggu tanda tangan Presiden harus segera dilansir. Hal ini sangat penting mengingat kerangka kebijakan dan institusi KPS, akan memberikan rasa percaya di kalangan investor, serta dalam jangka panjang menghasilkan nilai tambah aset-aset yang dikelola melalui pola KPS.

Sebaliknya, bila hal tersebut ditunda dampaknya akan sangat buruk. Menurut Bernardus, Indonesia akan melanjutkan preseden saat tidak ada satu pun pembangunan infrastruktur signifikan akan terjadi, apalagi di daerah dan sektor yang secara finansial tidak layak.

Pasalnya, Perpres tersebut diharapkan mampu mengatur dan memilah sektor-sektor infrastruktur mana saja yang bisa dikerjasamakan, dan kejelasan siapa di sisi publik atau pemerintah yang akan menjadi contracting agency.

"Dalam perpres ini pula akan diatur tentang porsi viability gap fund (dana dukungan tunai) dan penjaminan pemerintah, untuk mengatasi risiko. Juga mengatur pola kerjasama dan model pembayaran pemerintah, yaitu availability payment," imbuh Bernardus.

Selain itu, perpres ini pun akan mengatur kejelasan dan status mengenai proyek-proyek unsolicited, yaitu proyek KPS yang datang dari inisiatif swasta, dan tidak memerlukan pembiayaan dukungan tunai.

"Komitmen Presiden Joko Widodo dipertaruhkan oleh lambatnya birokrasi merespons dan melakukan percepatan proses internal. Padahal, kepastian ini sangat ditunggu investor," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com