Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hindari Bencana Ekologis, Reforma Agraria Harus Tepat Guna

Kompas.com - 12/03/2015, 16:00 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pemerintah Indonesia untuk membuka 9 juta hektar lahan pertanian bagi 4,5 juta petani marginal dalam program Reforma Agraria dinilai perlu dipertimbangkan secara matang. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya pembukaan lahan yang kurang tepat guna dan justru menjadi bencana ekologis.

“Kami mendukung keputusan pemerintah dalam melakukan reforma agraria, tetapi hal itu perlu dilakukan secara baik dan benar. Kita harus belajar dari pengalaman bencana ekologis saat pembukaan satu juta hektar lahan gambut untuk sawah di Kalimantan Tengah,” ujar Reader of Forestry Issues Thamrin School of Climate Change and Sustainability, Togu Manurung ketika diwawancarai Kompas.com, di Jakarta, Kamis (12/03/2015).

Togu menjelaskan, pemerintah perlu memberikan keterbukaan informasi terkait lokasi wilayah, status, dan kondisi lahan dalam pembukaan 9 juta hektar lahan pertanian.

“Harus ada transparasi data mengenai lokasi, status, dan kondisi lahan. Perlu untuk melihat kondisi kesesuaian lahan yang dibuka. Jangan sampai nanti lahan yang dibuka justru tidak cocok untuk pertanian,” tambah pria yang juga menjadi Dosen Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Ketua Forest Watch Indonesia.

Menurut Togu, pembukaan lahan ini juga harus memperhatikan peta kesesuaian lahan, agar sektor pertanian yang ditargetkan dalam program ketahanan pangan bisa dilakukan secara optimal.

“Harus diperhatikan di mana lahan yang cocok untuk pertanian. Kan itu juga berdasarkan tinggi tanah, jenis tanah, kemiringan tanah, serta iklimnya. Jadi nanti bisa dilihat komoditi pertanian apa yang cocok di situ. Sehingga waktu ditanam produktivitasnya bisa optimal,” ungkap Togu.

Togu juga mengharapkan pemerintah memperhatikan lokasi sebaran petani marjinal di Indonesia. Tujuannya, agar pembukaan lahan bisa dimaksimalkan penggunaannya oleh para petani guram dan juga tunakisma (petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan cara bagi hasil).

“Paling banyak (petani gurem dan tunakisma) kan di Pulau Jawa. Mereka ini bisa diprioritaskan tetapi tidak harus dengan memindahkan mereka ke luar Jawa. Karena di Jawa ini sendiri masih banyak lahan tidur. Daripada lahan ini nganggur mengapa tidak dibangun sehingga produktif?” tandas Togu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com