Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rupiah Melempem, Harga Properti Belum Terkoreksi

Kompas.com - 08/03/2015, 22:22 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rupiah terus merosot hingga menembus level Rp 13.000 per satu dollar AS. Dari sisi usaha properti, menurut Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Eddy Hussy, belum ada pengaruh yang signifikan terhadap harga material, maupun rumah.

Longsornya Rupiah baru terasa, dalam waktu beberapa waktu mendatang setidaknya enam bulan. "Sementara belum ada pengaruh yang terlalu jauh. Karena, sebelumnya Rp 12 ribu sekian, sekarang Rp 13 ribuan," ujar Eddy kepada Kompas.com, Ahad (8/3/2015).

Eddy menilai pelemahan rupiah belum akan berpengaruh terhadap harga material bangunan. Demikian halnya terhadap bisnis properti, pengaruhnya tidak akan terlihat dalam waktu dekat karena kenaikannya sedikit sekali.

Hal tersebut dimungkinkan, karena masyarakat sudah terbiasa dengan harga rumah atau material bangunan yang naik sedikit demi sedikit.

Menurut Eddy, kalau pun ada koreksi harga material atau rumah, jangka waktunya cukup panjang. Tidak serta merta ketika angka satu dollar baru menembus Rp 13.000, saat itu juga seluruh harga akan mengalami kenaikkan.

"Kalau bertahan terus pada level Rp 13.000, baru akan berpengaruh berikutnya. Kalau bedanya tidak terlalu jauh, paling-paling kita mengurangi untung. Namanya bisnis tidak bisa untung terus. Untung tidak selalu tinggi," jelas Eddy.

Apartemen

Tidak hanya properti, sektor-sektor bisnis lain pun tidak terlalu kaku terhadap perubahan nilai tukar yang sedikit melemah. Biasanya, menurut Eddy, pengusaha baru menyesuaikan harga setelah melihat kondisi selama enam bulan mendatang.

Ketika tiba saatnya menyesuaikan harga dengan nilai tukar rupiah, lanjut Eddy, yang paling terpengaruh di sektor properti adalah proyek apartemen menengah ke atas. Menurut dia, apartemen kelas ini paling banyak menggunakan material impor dibandingkan apartemen menengah ke bawah.

Sementara itu, dari sisi konsumen juga pasti akan menurun daya belinya, karena banyak yang menunggu (wait and see).

"Nilai yang stabil akan lebih mudah diprediksi. Ketika nilai tukar berubah, kita perlu melakukan penyesuaian dan itu repot," kata Eddy.

Dia menambahkan, belum lagi jika pengembang telah berkomitmen kepada konsumen, kemudian tiba-tiba barang belum siap, maka sudah pasti konsumen akan berkurang kepercayaannya. Padahal di satu sisi, pengembang juga harus menyesuaikan harga produk sebelum membeli material yang harganya sudah naik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau