JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia masih dianggap sebagai destinasi utama investasi negara-negara di Asia, termasuk Jepang, dan Korea Selatan. Selain memiliki potensi pasar besar dengan jumlah populasi lebih dari 230 juta jiwa, secara geografi juga luas dan strategis.
"Indonesia bahkan terlalu besar untuk digarap sendiri oleh pemerintah dalam memacu perkembangan dan pertumbuhan ekonomi. Swasta harus dilibatkan. Bagaimana caranya? Beri swasta kemudahan perizinan, maka kami akan mengembangkan kawasan industri dan city development," papar CEO PT Jababeka Tbk., SD Darmono, kepada Kompas.com, di sela-sela acara CEO Gathering: ‘Indonesia Economic Perspective, Infrastructure and Manufacture, Investment Opportunities, and Challenges For The Next Years', Kamis (12/2/2015).
Lebih jauh Darmono menjelaskan, perizinan harus disertai pengawasan (controlling) agar investor asing nyaman dan percaya diri masuk Indonesia.
"Kawasan industri itu merupakan properti emas, properti bintang lima. Semua terjamin untuk berinvestasi di sini. Semua ada, perumahan, hotel, pusat belanja, pergudangan, dan lain sebagainya. Lapangan kerja yang tercipta juga luar biasa besar dan ini membantu meningkatkan perekonomian. Jadi, pemerintah out source-kan saja untuk pengembangan kota-kota baru," tandas Darmono.
Dia menegaskan, terkait rencana pemerintah untuk mengembangkan 14 kawasan industri baru, tak mungkin seluruhnya bisa digarap sendiri oleh pemerintah. Jika diserahkan ke swasta, pemerintah tinggal memberikan izin dan mengawasi saja. Selanjutnya, pemerintah daerah (Pemda) yang memiliki domisili, mengatur izin-izin pengembangannya termasuk IMB dan lain sebagainya.
100 KI dan kota baru
Jababeka sendiri tengah berupaya mencari mitra strategis untuk mendanai pengembangan 100 kawasan industri atau 100 pengembangan kota baru di seluruh Indonesia. Menurut Darmono, dari seratus rencana pengembangan kawasan industri atau kota baru, empat di antaranya sedang dalam proses konstruksi.
Keempat kawasan industri atau kota baru tersebut adalah Kawasan Industri Cilegon seluas 1.000 hektar, Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung, Kawasan Industri Kendal seluas 2.700 hektar, Kawasan Ekonomi Khusus Morotai.
Sementara 96 lainnya direncanakan tersebar merata di seluruh Indonesia, mulai dari Banda Aceh di Sumatera, hingga Sorong dan Kalimana di Papua.
"Khusus di luar Pulau Jawa, kami membutuhkan lahan minimal 10.000 hektar untuk pengembangan kawasan industri dan kota baru ini. Untuk itu, kami akan menggandeng mitra-mitra strategis asing seperti dari Jepang dan Korea Selatan. Mereka sangat berminat," ungkap Darmono.
Deputi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bidang Promosi Penanaman Modal, Himawan Hariyoga, membenarkan, investor Jepang dan Korea Selatan sangat meminati menanamkan modal di Indonesia. Terutama di sektor manufaktur dan otomotif yang tentu saja membutuhkan ruang-ruang industri untuk operasionalisasi mereka.
"Dari empat komitmen investasi, dua di antaranya berasal dari sektor industri otomotif dengan lokasi ekspansi di Jawa Barat, industri surfaktan di Dumai (Riau), dan Cilegon (Banten). Sementara dua lainnya merupakan properti taman bertema (theme park), dan pembibitan dan budidaya pertanian," ujar Himawan.