Hari ini, Senin (9/2/2015) pantauan Kompas.com, kemacetan bahkan mengular 20 kilometer mulai dari jembatan Sungai Cikeas, pintu tol Cibubur, Tol Jagorawi hingga Tol Dalam Kota arah Semanggi. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh perjalanan Cibubur-Semanggi tepat 3,5 jam, mulai dari pukul 04.45-08.15 WIB.
"Cibubur-Cawang macet itu sudah biasa. Tapi kalau waktu tempuh menjadi 3,5 jam sudah gak masuk akal. Tapi itu nyata dan sekarang saya alami," ujar Sri, karyawan yang bekerja di Plaza Semanggi.
Dia mengaku menggunakan bis Angkutan Pinggiran Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB) rute Cileungsi-Blok M. Sri yang berdomisili di Villa Cibubur 2, setiap hari menggunakan jasa bus ini dengan tarif Rp 15.000 untuk pengguna kartu flaz dan Rp 17.000 untuk penumpang yang membayar secara kontan.
Warga Cibubur lainnya, Tris Sutrisno, menjelaskan, saat keluar dari kediamannya di Perumahan Cibubur Residences menuju Jl Transyogie pada pukul 07.50 WIB, kondisi lalu lintas sudah agak lancar. Namun, selepas pintu tol Cibubur, laju kendaraan terhenti.
"Habis bayar tol, kendaraan langsung berhenti. Kemacetan parah seperti ini harus sering-sering diekspos. Supaya ada perbaikin. Bila perlu komporin Adhi Karya yang katanya mau bangun monorel Cibubur-Cawang," tandas Tris.
Tris mengeluhkan, pembangunan transportasi berbasis rel, monorel, yang sudah direncanakan tak kunjung terlaksana. "Ke mana Adhi Karya, sampai sekarang belum ada progresnya," cetus Tris.
Rugi materi
Kemacetan parah tak hanya merugikan dalam soal waktu, juga biaya. Muaz HD harus rela kehilangan Rp 530.000. Uang sejumlah itu adalah harga tiket pesawat Citilink rute Halim Perdanakusuma-Malang untuk sang anak, Zahrina Zihni.
Dia menjelaskan, sedianya jadwal penerbangan pada pukul 07.30 pagi. Namun, karena diadang macet, sang anak terpaksa harus ketinggalan pesawat. Padahal, Muaz dan Zahrina berangkat dari rumah pukul 05.15. Tapi, baru sampai Tol Cibubur sekitar pukul 07.00 WIB.
Terhadap kerugian materi yang dialami, Muaz pun mendesak pemerintah untuk segera membangun transportasi massal tepat waktu. Menurutnya, transportasi massal itu bisa berupa kereta atau trem.
"Jabodetabek (Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi) seharusnya lebih dikembangkan mode transportasi ini. Lihat Jerman sukses dengan kereta, U-bahn (MRT bawah tanah) dan strassenbahn (trem)," usul Muaz.
Selain membangun transportasi massal, Muaz juga mengusulkan agar Pemerintah menaikkan biaya parkir dan denda pelanggaran lalu lintas.
"Rapat-rapat bisa dilakukan via konferensi jarak jauh untuk mengurangi pergerakan orang.
Pemkot menyediakan park n ride untuk menciptakan sinergi dengan pengembangan jaringan kereta," tandas Muaz.
Namun, Muaz menambahkan, jika semua tidak mampu mengatasi kemacetan, kata dia, yang paling revolusioner memindahkan kantor pemerintahan ke luar Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.