Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Megaproyek Properti Dibiayai dari Kocek Pribadi

Kompas.com - 14/11/2014, 11:46 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selain fenomena dominasi apartemen mewah yang laris manis dipesan kalangan jetset, pasar properti Jakarta juga diwarnai fenomena mengalirnya dana pribadi. Sejumlah pengembang mengklaim mendanai sendiri proyek propertinya senilai triliunan rupiah zonder pinjaman perbankan.

Itu juga sebuah fenomena. Bahkan, Farpoint Group berani mengeluarkan duit terlebih dahulu untuk membangun proyeknya, The Hundred, hingga selesai. Setelah itu, baru kemudian mereka menjualnya kepada publik. Padahal, The Hundred merupakan megaproyek multifungsi dengan estimasi nilai proyek sebesar Rp 3,5 triliun.

CEO Farpoint Group Jusup Halimi membeberkan, terdapat tujuh orang secara bersama menginvestasikan dananya di proyek The Hundred.

"Kami tidak menggunakan bank loan. Pendanaan murni dari ketujuh investor yang mempercayakan uangnya kepada Farpoint untuk dikelola. Memang bisa dibilang berani," kata Jusup kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2014).

Jusup melanjutkan, optimisme proyeknya dapat terserap pasar karena pengembalian investasi properti saat ini lebih tinggi ketimbang bunga deposito perbankan.

"Jadi, saya yakin, pasar akan menerima lebih cepat dari yang sudah diperhitungkan," ujarnya.

The Hundred merupakan proyek multifungsi yang mencakup apartemen dengan harga serentang Rp 50 juta-Rp 60 juta per meter persegi, hotel mewah Sofitel So, dan perkantoran Grade A.

Sementara itu, selain Farpoint, yang berani mendanai proyeknya tanpa pinjaman perbankan, adalah Lippo Cikarang untuk megaproyek skala kota Orange County. Strategi pendanaan mereka adalah mengundang investor asing untuk berbagi risiko.

"Lippo menggunakan ekuitas perseroan dan menggandeng perusahaan asing untuk membiayai Orange County," jelas Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Tbk Meow Chong Loh.

Orange County sendiri menempati area seluas 322 hektar dengan eskpektasi nilai proyek sejumlah Rp 250 triliun.

Adapun Pondok Indah Group melalui PT Metropolitan KentjanaTbk sukses meyakinkan pasar untuk membeli Pondok Indah Residences Jakarta. Dengan begitu, mereka tidak kesulitan dalam membiayai dan melanjutkan proses konstruksi setelah promosi selama beberapa bulan.

"Nilai proyek ini sekitar Rp 6 triliun. Kami sejauh ini masih menggunakan ekuitas perseroan dan mengandalkan uang konsumen. Pinjaman perbankan tidak dipandang perlu karena produk kami diminati pasar," ujar Wakil Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk Jefri S Tanudjaja.

Indikasi money laundry?

Menurut CEO Leads Property Indonesia, Hendra Hartono, fenomena penggunaan dana pribadi atau perusahaan tanpa pelibatan perbankan justru menekan risiko investasi.

"Itu mungkin saja dilakukan. Kan bisa konsorsium, ramai-ramai bermitra menggalang dana dari sejumlah investor bisa handle dan mengembangkan beberapa proyek sekaligus. Kalau pakai bank, dana dari penjualan dipakai buat bayar bunga, risikonya tinggi jika penjualan melambat. Mending berpartner kan, karena tidak dikejar bayar bunga," ujar Hendra, Jumat (14/11/2014).

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau