Pasalnya, Indonesia punya sumber energi baru yakni kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) yang membawa angin segar perubahan, khususnya dalam penegakan hukum demi kepastian bisnis. Di sisi lain, Indonesia juga masih ditopang oleh pertumbuhan ekonomi yang berada pada level positif 4 sampai 5 persen.
Kondisi semakin mendukung saat domestic driven (pasar domestik) menguat sehingga pengembang akan terus berlomba membangun proyek baru, terutama hunian dan perkantoran.
Demikian dipaparkan Managing Director Colliers International Indonesia, Mike Broomell kepada Kompas.com, Rabu (12/11/2014).
"Efek Jokowi sangat positif dalam mendongkrak pertumbuhan pasar properti setelah sempat melemah pada awal tahun ini. Energi baru yang dibawa Jokowi berdampak positif terhadap optimisme para pelaku bisnis dan industri properti," tutur Mike.
Hal senada dikemukakan CEO Farpoint Jusup Halimi. Menurut dia, saat ini pasar properti memang masih lemah karena imbas pengetatan kredit dan juga depresiasi Rupiah. Namun, pencabutan QE tidak berdampak sama sekali.
"Karena pasar properti Indonesia ditopang pasar domestik. Pasar percaya dengan kepemimpinan baru Jokowi. Sementara pembeli asing hanya segelintir. Itu dihitung yang menyewa apartemen, perkantoran secara korporat dan PMA-PMA yang membuka industri," terang Jusup.
Meski begitu, Jusup yakin, saat proyek-proyek yang pembangunannya dimulai sekarang selesai tiga hingga empat tahun mendatang, pasar properti akan naik (rising) kembali.
"Properti tidak bisa lepas dari siklus yang justru secara alamiah mampu mendinginkan pasar. Dan pasar properti Indonesia bisa berjalan tanpa goncangan hebat karena siklus yang terjadi ini. jadi, saya tidak khawatir dengan kondisi sekarang dan penarikan QE oleh Bank Sentral AS," ujar Jusup.
Farpoint sendiri saat ini sedang mengerjakan megaproyek The Hundred senilai Rp 3,5 triliun di kawasan Mega Kuningan. Proyek yang mencakup apartemen, perkantoran dan hotel mewah Sofitel So ini akan mulai dipasarkan ketika konstruksi struktur sudah tinggi.
"Kami menawarkan harga sekitar Rp 50 juta hingga Rp 60 juta per meter persegi untuk apartemen ukuran 134-340 meter persegi atau sekitar Rp 6,7 miliar per unit," jelas Jusup.
Demikian halnya dengan Wakil Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Tbk., Jeffri Sandra Tanudjaja. Dia berpendapat pasar Indonesia untuk segmen menengah, menengah atas dan premium justru semakin kuat.
"Terbukti apartemen Pondok Indah Residence tower pertama dan kedua terserap pasar maksimal masing-masing 90 persen dan 85 persen. Padahal, harganya sekitar Rp 43 juta per meter persegi. Sementara tower ketiga akan kami apsarkan pada Desember dengan penawaran perdana Rp 47 juta per meter persegi," imbuh Jeffri.