Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cikarang, Primadona Koridor Timur Jakarta...

Kompas.com - 07/11/2014, 10:41 WIB
Ridwan Aji Pitoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koridor timur Jakarta mulai tumbuh sebagai wilayah pertumbuhan bisnis properti terbaru. Cikarang menjadi salah satu kawasan di koridor timur Jakarta yang memiliki prospek bisnis properti cerah.

Cikarang kini dianggap sebagai "sunrise" bisnis properti di koridor timur Jakarta. Kuatnya kawasan industri di wilayah ini menjadi poin lebih dibanding wilayah koridor timur Jakarta lainnya, seperi Bekasi Barat dan Bekasi Timur.

"Economic base di Cikarang itu sekarang sangat kuat, dan kebanyakan orang di sana bekerjanya di Cikarang, bukan Jakarta atau tempat lainnya," ujar Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW) dalam Media Brief di Jakarta, Kamis (6/11/2014).

Setidaknya, saat ini ada tiga kawasan industri besar di Cikarang. Ketiga kawasan indusri itu yang kemudian membuat kawasan tersebut seakan menjadi primadona koridor timur Jakarta.

"Ada tiga pengembang besar di Cikarang, yakni Jababeka dengan lahan 5.600 hektar, Lippo Cikarang 3.000 hektar, dan Delta Mas 3.000 hektar," kata Ali.

Ali menambahkan, ketiga pengembang besar itu kemudian membentuk sebuah kawasan bisnis yang kuat. Hal tersebut menjadi keuntungan bagi Cikarang ketimbang daerah lainnya di koridor timur Jakarta.

Faktor penyerapan lahan yang begitu tinggi Cikarang juga memengaruhi pertumbuhan di wilayah tersebut. Saat ini total penyerapan lahan di sana masih lebih tinggi ketimbang Serpong dan Bekasi.

"Penyerapan lahan di Jababeka, Lippo Cikarang, dan Delta Mas atau lahan yang terjual di Cikarang adalah 125-134 hektar per tahun. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari Serpong yang hanya 32-92 hektar per tahun dan Bekasi 25-56 hektar per tahun dan jumlah ini akan terus bertumbuh," jelas Ali.

Harga tanah yang relatif murah juga menjadi faktor bertumbuhnya properti di Cikarang. Saat ini, harga tanah di Cikarang berada di angka Rp 1,3 juta per meter persegi untuk yang termurah dan termahal ada di angka Rp 3 juta per meter persegi.

Pesaing Soekarno-Hatta

Perkembangan Cikarang sebagai primadona koridor timur juga tak lepas dari beberapa isu di wilayah tersebut. Kuatnya economic base dan kawasan industri membuat pemerintah mulai menambah infrastruktur di Cikarang.

"Sejak 2011-2012 ada isu pembangunan bandara seluas 3.000 sampai 4.000 hektar. Kapasitas Soekarno-Hatta yang cuma 70 juta penumpang dan tiap tahunnya terus naik 1,1 persen membuat kita mau tak mau harus punya bandara lagi. Rencananya akan dibangun di selatan Karawang, wilayah Ciampea dengan kapasitas sampai 100 juta penumpang," jelas Ali.

Selain bandara, isu pembangunan pelabuhan Cilamaya di utara Karawang juga memengaruhi pertumbuhan bisnis properti di Cikarang. Infrastruktur lainnya adalah dry port di Jababeka seluas 200 hektar yang berfungsi sebagai perpanjangan pintu gerbang pelabuhan internasional Tanjung Priok.

Saat ini, meski telah memiliki economic base kuat, Cikarang mesti menambah jalur transportasinya agar benar-benar mampu menjadi "sunrise" bisnis properti koridor timur Jakarta.

"Bisnis properti itu tak lepas dari economic base dan aksesabilitas. Jadi, kalau sudah ada economic base-nya, aksesabilitasnya mesti dibangun. Daerah industri akan bagus kalau aksesnya juga bagus," papar Ali.

Banyaknya ekspatriat asing di Cikarang juga mendorong percepatan pembangunan aksesabilitas. Ali mengakui, para ekspatriat asing tersebut sangat membutuhkan jalur kereta api ketimbang jalan tol untuk memudahkan segala urusan industrinya.

Perlu diketahui, bahwa Cikarang merupakan satu dari tujuh zona kawasan industri di Kabupaten Bekasi. Sekitar 4.000 perusahaan bercokol di wilayah tersebut dan diperkirakan sebanyak 21.000 ekspatriat akan bekerja di wilayah Cikarang dan sekitarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com